Articles, Self Motivation

SALE

70% Off atau BUY ONE GET ONE FREE … ini kalimat yang sangat menarik terutama bagi kaum wanita di seluruh belahan dunia! Di luar negeri setiap tahun sekali ada sale besar-besaran maka orangpun rela berderet antri sejak jam 5 pagi menunggu toko yang menjual barang yang diincarnya buka. Begitu melihat ada Sale rasanya mau tidak mau kita harus belanja meskipun sesungguhnya kita tidak memerlukannya. Apalagi kalau yang di Sale barang bermerk, yang terkenal mahal dan menjadi favorit di kalangan teman-teman kita. Banyak wanita ketika ikut tour ke luar negeri, mereka sibuk menanti kapan waktu shopping. Kapan lagi? Kita merasa bangga dapat membeli beberapa barang yang seharusnya mahal tetapi kita bisa mendapatkannya dengan harga lebih murah. Kita merasa puas, cerdik dan pintar. Kita lupa, siapa yang lebih pintar: kita atau penjualnya?

Photobucket

Menang atau kalah,
kita pergi shopping setelah pemilu.
Imelda Marcos

Pokoknya apapun yang terjadi, shopping itu yang terpenting, kata Imelda Marcos, istri mantan Presiden Philipina yang punya koleksi ribuan pasang sepatu. “Siapa saja yang mengatakan uang tidak bisa membawa kebahagiaan, karena mereka tidak tahu kemana harus shopping,” kata Bo Derek, seorang artis terkenal. Shopping memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan wanita, bak dua sisi mata uang.
Mungkin semula kita hanya ingin sekedar melihat-lihat saja karena ajakan teman, tetapi setelah sampai disana, tanpa kita sadari kita seperti ditarik perasaan “harus membeli” atau “pulang harus bawa sesuatu”. Apalagi kalau teman kita sudah dapat beberapa barang sementara kita belum memilih satupun juga, kita akhirnya memilih yang mana saja asal ikut beli. Kita merasa tidak enak kalau pulang dengan tangan kosong. Mengapa?

Menurut psikologi ini disebut The Scarcity Principle: ketika customer diinformasikan bahwa jumlah barang terbatas apalagi kita melihat sekumpulan orang yang berbondong-bondong datang untuk membeli maka timbul ketakutan kalau kita kehabisan barang yang kita inginkan. Banyaknya pembeli yang datang pada saat yang bersamaan menimbulkan perasaan kompetisi -yang tidak kita sadari, setiap kita ingin jadi pemenang jadi kita berusaha segera membeli secepat mungkin, jangan sampai keduluan orang lain. Hal-hal seperti ini spontan terjadinya dan kita hampir tidak pernah meneliti ulang: apakah keputusan kita diambil dengan sadar?

Pada tahun 1973, Barry Diller, Vice President untuk prime-time programming di The American Broadcast Company, setuju untuk membayar $ 3.3 juta untuk single television The Poseidon Adventure. Ini adalah harga tertinggi yang pernah dibayarkan untuk single television – harga tertinggi sebelumnya sebesar $ 2 juta untuk single television Patton. Stasiun televisi ABC kemungkinan besar akan rugi setidaknya $ 1 juta. Bill Stroke, vice president NBC, stasiun televisi lainnya mengatakan, “Tidak ada jalan agar mereka bisa mendapatkan uangnya kembali. Mereka pasti rugi.”

Bagaimana mungkin pebisnis sekelas Barry Diller yang sudah berpengalaman bisa mengalami kesalahan fatal yang berpotensi rugi hingga satu juta dollar? Jawabannya: Ini adalah pengalaman pertama sebuah motion picture dijual dengan cara lelang terbuka. Robert Wood,presiden CBS television, pesaing Diller yang kalah dalam lelang bercerita:
Kami semua cukup rasional pada saat awalnya. Kami memperkirakan harga yang kira-kira sesuai untuknya. Tetapi ketika lelang dimulai, ABC membuka harga $2 juta. Saya menawar $ 2.4 juta. ABC bergairah mengalahkan kami. Seperti orang yang kehilangan akal, saya terus menaikkan harga lelang. Akhirnya saya sampai pada $ 3.2 juta; Dan ABC menutupnya dengan harga $3.3 juta. Pada saat itu saya berkata kepada diri saya sendiri,”Oh Tuhan, jika aku memenangkannya, apa yang harus saya lakukan?”. Saya sadar, sungguh ini sebuah pelajaran berharga.

Photobucket

Segala sesuatu yang limited lebih menarik daripada yang jumlahnya banyak. Ketika pelanggan diberi informasi bahwa supply barangnya terbatas dan tidak bisa dipastikan ada lagi maka dari penelitian sebagian besar pelanggan lebih bergairah untuk membelinya. Apalagi jika ada orang lain yang berminat juga, kita tergoda pokoknya saya harus mendapatkannya. Kadangkala keterbatasan barang memang benar tetapi seringkali “limited number tactic” hanyalah taktik dari penjualnya saja.

Kebiasaan lainnya, kita cenderung ikut pada keputusan kelompok terbanyak ketika kita kekurangan informasi atau tidak tahu apa yang harus kita lakukan. Kecenderungannya, kita beranggapan bahwa pendapat mayoritas pasti benar, pada kenyataannya tidak demikian. Alkitab membuktikan ketika Musa menyuruh 12 orang mengintai tanah Kanaan, 10 orang pengintai – sebagai mayoritas, memberi informasi yang salah sementara pendapat Yoshua dan Khaleb, yang minoritas justru yang benar.

Ketika kita masuk rumah makan yang baru pertama kali kita datangi, kita sering menanyakan makanan apa yang jadi favorit pengunjung disana kemudian kita mengikutinya. Ketika kita melihat semua teman kita berbelanja maka tanpa kita sadari ada dorongan dalam diri kita untuk ikut berbelanja. Ini yang disebut Sosial Proof, kita cenderung untuk meniru apa yang dilakukan orang lain. Kita tidak lagi meneliti alasan apa sehingga mayoritas memilih pilihan tersebut.

Sadarkah kita bahwa tren mode di dunia ditentukan oleh 20% orang pencipta mode sementara 80% orang di seluruh dunia hanya menirunya? Setiap awal tahun kita diberi informasi bahwa tren rambut, baju, sepatu dll seperti ini dan ternyata seluruh dunia mengikutinya. Kita pergi ke Amerika, Eropa maupun ke negara-negara Asia lainnya ternyata disanapun beredar mode yang sama.

Photobucket

Pernahkah kita merenungkan mengapa banyak orang suka merokok? Rokok itu bukan makanan, juga bukan minuman artinya itu bukan sebuah kebutuhan. Sejak kecil kita tahu bahwa rokok itu racun, merugikan, berbahaya bagi kesehatan bahkan bahaya rokok terpampang dimana-mana lengkap dengan penyakit yang diakibatkannya tetapi aneh, masih banyak orang yang suka dan tergoda untuk merokok. Bayangkan bagaimana membuat iklan agar orang bersedia menghisap racun? Secara akal tentu sulit membujuk orang untuk mengkonsumsi racun.

Perusahaan iklan sangatlah kreatif, mereka mengerti sifat manusia. Mereka membuat iklan yang menjadi impian banyak orang. Ketika melihat iklan dengan bintang idola kita, Brad Pitt misalnya: ganteng, kaya, populer, dikelilingi gadis-gadis cantik, sedang merokok maka tanpa disadari para perokok ini mengidentifikasikan diri seperti Brad Pitt dengan cara merokok. Iklan rokok selalu menggambarkan kejantanan, macho agar orang yang merasa tidak aman dengan dirinya sendiri, tergoda untuk menjadi seperti bintang iklan tersebut – merasa hebat, jantan, macho dengan cara merokok. Dengan berjalannya waktu, mereka makin kecanduan dan kesulitan untuk melepaskannya. Sebuah buku menulis bahwa orang yang kecanduan rokok, mereka pasti punya kecanduan yang lain yang belum bisa mereka lepaskan.

Lebih mudah bertahan atau menolak
pada saat permulaan daripada pada saat terakhir.
Leonardo Da Vinci

Dengan cara yang sama jika kita memakai hand-bag, baju yang ber-merk tertentu maka tanpa disadari kita sedang mengidentifikasikan diri dengan model cantik atau tampan yang memperagakannya. Ketika kita merasa bahwa kita orang yang casual maka kitapun akan memilih arloji yang casual sesuai iklannya. Dengan memakai arloji Tag Heuer, kita merasa menjadi pemain golf yang jago seperti Tiger Woods. Kita sedang meniru figur orang lain yang kita kagumi.

Photobucket

Kita hidup pada jaman ini dimana jutaan informasi menghampiri kita melalui berbagai media baik televisi, internet dan juga TV kabel serta media informasi lainnya. Apa yang terjadi di belahan dunia lain bisa kita lihat pada saat yang bersamaan. Di satu sisi ini memberikan kita lebih banyak pilihan, menambah wawasan tetapi juga membuat otak kita terlalu penuh dengan melubernya informasi yang membuat kita tidak lagi sempat mencernanya dengan benar – akibatnya banyak tindakan dan keputusan dalam hidup kita yang kita lakukan begitu saja secara otomatis dan jarang kita merenungkannya kembali. Dengan belajar mengenal diri kita sendiri, membuat kita bisa memperbaiki dan meningkatkan diri sehingga kita bisa mengambil keputusan dengan sadar, lebih bijak, bisa memanage uang lebih baik lagi dan pada akhirnya akan membuat kualitas hidup kita lebih baik.

 

Aku mengajarkan jalan hikmat kepadamu,
aku memimpin engkau di jalan yang lurus.
Dengarkanlah didikan maka kamu menjadi bijak.

 

Bibliografi:

– The Psychology Influence of Persuasion – Robert B. Cialdini, Ph.D.
– Anthony Robin

Yenny Indra Visit Website
Traveller, Family Growth Inspirator, Seruput Kopi Cantik YennyIndra, Co Founder of PIPAKU & MPOIN FB: Pipaku Mpoin www.mpoin.com FB: Yenny Indra www.yennyindra.com Email: yennyindra09@gmail.com
Related Posts
Seperti Apakah Surga Itu?
Tuhan Ingin Kita Makmur & Sehat. Mau?
Luar Biasa, Iphone yang Hilang di Mall ternyata dapat Ditemukan Kembali. Ini Rahasia Uniknya….

Leave Your Comment