SLEEPING WITH KANGOROOS
Pada penutup tahun 2009, kami memutuskan untuk berlibur ke Western Australia setelah menghadiri graduation Elisa, putri sulung kami di Melbourne. Seperti biasa, kami menyewa mobil dan menjelajahi tempat-tempat cantik yang sudah dipilih. Inilah untuk pertama kalinya kami ke Western Australia.
.
Setelah sehari sebelumnya kami menikmati nikmatnya berenang di laut Hillary Boat Harbour yang dibentuk bak kolam renang di tengah lautan, kami memutuskan untuk mencoba bermain sand-boarding di padang pasir Lancelin. Bermain surfing di laut, itu sudah biasa tetapi surfing di pasir, ini baru permainan baru yang menarik. Puas bermain, kamipun melanjutkan perjalanan menuju Cervantes dimana Pinnacles, padang pasir yang memiliki batu-batu tinggi yang indah, yang terkenal cantik berada.
Sandboarding
Hillary boat Harbour
.
Saat itu sudah menunjukkan pukul 3 sore, sementara perjalanan masih cukup jauh, sekitar 2 ½ jam perjalanan lagi. Lancelin adalah desa terakhir sebelum kami sampai di Cervantes. Perjalanan panjang ini hanya akan melewati tanah kosong, perkebunan atau daerah yang berpasir. Adalah hal biasa untuk mengendarai kendaraan berjam-jam di Australia tanpa bertemu kendaraan lain atau seorang manusiapun. Biasanya kita hanya berpapasan dengan kangguru atau domba-domba yang sedang merumput di perjalanan yang sepi. Australia benua yang luas dengan jumlah penduduk yang hanya 10% penduduk Indonesia.
.
Mystical Pinnacles
.
Ketika itu kami melihat dipeta ternyata ada jalan pendek yang langsung menuju Pinnacles. Kamipun nekad menempuh jalan baru ini. Ketika kami menjelajahi pulau Maui, Hawaii, ada jalan jika kita kesana maka mobil kami tidak di-cover asuransi. Ternyata saat kami ke jalan itu, jalannya bagus meskipun ada bagian-bagian yang sempit sekali, hanya cukup untuk satu mobil dan pemandangannya bagus sekali. Karena pengalaman ini, di Western Australia kami berani memilih melewati jalan potong ini.
.
Pada mulanya semuanya berjalan aman, meskipun jalan yang dilalui sebagian jalan beraspal dan sebagian jalan tanah tetapi cukup bagus. Di tengah perjalanan, kami agak bingung karena ada jalan yang bercabang. Ketika kami memilih yang satu, setelah menempuh sekitar lima kilometer ternyata jalan itu buntu dan masuk ke perkebunan. Kamipun keluar lagi dan memilih jalan yang lain. Kami dikejar waktu agar tidak kemalaman sampai di Cervantes, satu-satunya desa terdekat yang ada fasilitas penginapan.
.
Kami memilih jalan yang lain, setelah berjalan cukup jauh, kami bertemu lagi dengan jalan yang bercabang lagi maka kembali kami memilih jalan yang satu. Semakin jauh kami masuk, jalanan semakin buruk, kami memutuskan untuk kembali saja. Tiba-tiba kami sadar bahwa roda ban mobil kami masuk ke lubang pasir yang agak dalam dan tidak bisa berjalan lagi. Signal HP tidak ada. Kami tidak tahu posisi tepatnya dimana kami berada. Christian berjalan mencoba mencari tempat yang ada signalnya untuk menelpon polisi atau minta bantuan tetapi meskipun sudah berkilo-kilo meter tetap nihil.
.
Pemandangan di sepanjang perjalanan yang sepi.
.
Tempat ini sangat sepi dan selama perjalanan, kami hanya sempat melihat ada seorang pria yang mengendarai traktor dalam jarak sekian kilometer dari tempat kami berada. Kami mencoba menggunakan dongkrak dan alat-alat yang ada untuk mengeluarkan mobil dari pasir, tetapi hasilnya nihil. Dongkrak yang sudah kemasukan pasir, macet. Kamipun berdoa bersama minta bantuan dan mujijat Tuhan. Sementara waktu terus berjalan makin malam, kamipun berpencar untuk mencari bantuan. Nicholas dan saya berjalan ke utara sementara Christian dan suami saya berjalan kearah selatan. Michelle, putri bungsu kami tetap tinggal di mobil. Michelle sibuk dengan GPS-nya mencari dimana ada jalan yang terdekat. Kami mencoba mencari dimana pria yang mengendarai traktor tadi.
.
Di sebelah utara, kami hanya menemukan jalan sepi bercabang dengan tanah pertanian kosong yang belum digarap di kanan kirinya. Beberapa kangguru melintasi jalan; ada yang sendirian, ada pula yang berpasangan atau beberapa berlarian di sekitarnya bahkan ada pula yang sudah mati tergeletak di tepi jalan. Sementara Christian dan suami saya menemukan gudang kosong sekitar sepuluh kilometer dari mobil kami, dengan traktor-traktor yang diparkir di halamannya tetapi tidak ada seorangpun disana. Setelah berjalan lagi kearah yang lain, mereka menemukan tempat irigasi yang kosong. Akhirnya kami memutuskan kembali ke mobil. Tanpa ada bantuan yang bisa didapat, kamipun tidur di mobil di tengah padang kosong.
.
Jalanan kosong di luar kota di Australia
.
Tuhan itu baik, bulan bulat penuh malam itu sehingga tidak terlalu gelap. Meskipun summer sering turun hujan, bahkan sore tadi sempat gerimis sedikit tetapi malam itu cuaca cukup cerah. Kami mencoba tidur, sambil berjaga-jaga karena siang tadi kami sempat melihat ular di semak-semak dan ada binatang kecil-kecil yang menyelinap masuk melalui kaca mobil. Kami menyiapkan kayu yang cukup besar untuk berjaga-jaga jika ada hal yang tidak diinginkan terjadi. Kadang-kadang kami dikagetkan dengan bayangan yang lewat, ternyata kangguru. Kami benar-benar bermalam dengan kangguru di mana-mana.
.
Di tengah situasi seperti ini, membuat kami merenungkan kembali betapa berharganya hidup kami. Jika saat itu ada orang jahat atau binatang buas yang membunuh kami, maka tidak ada seorangpun yang tahu. Elisa hanya tahu kami sedang liburan ke Perth dan sekitarnya; teman kami di Perth yang asli orang australia, Pauline, hanya tahu kami akan ke Pinnacles tapi entah kapan tidak pasti karena kami mengunjungi Pauline tiga hari sebelumnya; sementara sewa mobil masih empat hari lagi artinya mereka tidak akan merasakan kehilangan sebelum empat hari lagi. Hari itu tanggal 30 Desember, kebanyakan orang sudah mengambil cuti libur akhir tahun sejak 29 Desember hingga tanggal 3 januari. Apakah besok ada orang yang masih bekerja di perkebunan? Mungkinkah pria yang menjalankan traktor bekerja lagi?
.
Untunglah siang tadi kami membeli sushi dan minuman sehingga kami masih memiliki makanan untuk bertahan malam itu. Kami memutuskan besok pagi kami akan meninggalkan semua barang-barang kami kecuali tiket pesawat, paspor dan uang. Ini masalah hidup dan mati! Uang bisa dicari tapi nyawa hanya satu. Saya sempat khawatir dengan laptop Nicholas yang berisi tugas-tugas sekolahnya tetapi semua mengingatkan bahwa tidak mungkin kami mampu bertahan menempuh jarak yang jauh dengan membawa beban yang berat.
.
Ada coklat yang kami beli di Tasmania, setidaknya jika besok kami tidak mendapat bantuan, kami bisa bertahan hidup dengan makan coklat dan minum air dari irigasi yang kami temukan. Hanya ada dua tempat yang mungkin kami tuju: Lancelin atau Cervantes. Keduanya berjarak sekitar seratusan kilometer dari tempat kami berada. Tanpa transportasi apalagi dengan membawa anak kecil, bukanlah perjalanan yang memungkinkan untuk ditempuh. Mungkin kami perlu waktu beberapa hari untuk sampai ke salah satu kota tsb.
.
Michelle sempat menangis, ketakutan kalau nanti ada ular atau binatang yang datang saat tidur. Kami sungguh-sungguh menyadari betapa segala sesuatu tidak lagi berharga-uang yang dibawapun tidak bisa untuk membeli minuman atau makanan, apalagi menolong kami menemukan bantuan. Betapa banyaknya hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang! Kami berusaha saling menguatkan dan menghibur satu sama lainnya. Kami menyesali hal-hal yang tidak kami lakukan dan keputusan salah yang kami ambil. Yang bisa kami lakukan hanyalah berdoa dan harapan kami hanyalah pertolongan dari Tuhan. Kami mengharapkan mujijatNya!
.
Sekitar pukul 6 pagi, kami mulai bersiap-siap untuk memulai perjalanan kami. Saat itu tiba-tiba pak Indra, suami saya, melihat ada mobil di kejauhan. Segera dia menyalakan lampu dan membunyikan klakson sementara Christian dan Nicholas langsung berteriak-teriak melambaikan jaketnya minta pertolongan. Mobil 4WD itupun berhenti. Mobil itu berisi dua pria yang bekerja di perkebunan. Mereka heran sekali melihat kami, turis yang terdampar disana.
.
Merekapun bersaksi bahwa ini untuk pertama kalinya mereka lewat jalan itu, karena ini bukanlah jalan umum. Tiba-tiba saja mereka ingin lewat jalan itu. Ini suatu mujijat! Tuhan Yesus adalah Allah yang menjawab doa! Kami mengharapkan bantuan dari pria bertraktor tetapi Tuhan mengirimkan bantuan yang lebih baik dan lebih awal. Sungguh Allah kita luar biasa!
.
Mereka membawa kami semua masuk ke mobilnya, pergi ke kantor perkebunannya yang berjarak sekitar sepuluh kilometer. Kamipun diberi air minum, ditawari minum kopi atau teh, dan mereka mengirim seseorang dengan peralatannya untuk membantu mengeluarkan mobil kami. Saat kami bertanya, apa yang bisa kami lakukan untuk membalas kebaikan mereka? “Nothing”, jawabnya, “Saya tahu kalian orang baik-baik, tidak apa-apa, kami sekedar membantu.” Setelah diberi petunjuk jalan yang harus kami tempuh, maka kamipun kembali ke Perth.
.
Begitu merasa lega lepas dari malapetaka besar, barulah rasa lapar mulai terasa. Sisa empat potong sushi langsung dilahap Michelle dan Nicholas. Rasanya seperti mimpi dan hampir-hampir tidak percaya akhirnya kami bisa lolos dengan tak kurang suatu apapun.
.
Sungguh ini adalah sebuah pengalaman pribadi dengan Tuhan yang menyadarkan kami betapa hidup ini begitu singkat dan betapa berharganya hidup yang Tuhan karuniakan. Seringkali dalam hidup ini, kita cenderung memilih jalan yang singkat karena sifat kita yang ingin serba cepat, serba instan… tetapi jalan yang benar, yang pasti, itu jauh lebih baik. Sama seperti Alkitab, yang telah menunjukkan jalan kebenaran seharusnya kita memilih jalan untuk mentaatinya karena Tuhan sudah tahu jalan mana yang terbaik untuk anak-anakNya.
.
Jangan pernah enggan memberi tumpangan atau menolong orang yang berada dalam kesulitan karena kita tidak pernah tahu kapan kita membutuhkan pertolongan orang lain. Tuhan ingin kita memanfaatkan apa yang Tuhan percayakan dalam kehidupan kita untuk memberkati orang lain. Ada teman yang pernah berkomentar, mengapa kami suka meminjamkan rumah atau villa untuk orang lain bahkan kadang-kadang untuk tamunya hamba Tuhan atau temannya teman kami, yang kami tidak kenal bahkan sampai mereka pulangpun, kami tidak pernah bertemu. Pada saat seperti ini, kami sadar bahwa kami menabur sesuatu, ketika kami membutuhkan maka kami menuai pertolongan di tempat lain…. Tanpa biaya sepeserpun, ditolong dan diaturkan sedemikian rupa oleh orang yang bahkan tidak ingin diketahui namanya. Inilah bagian siklus kehidupan.
.
Pengalaman kami selama ini berkali-kali ke Australia jalan sendiri, ditambah pengalaman jalan sendiri ke Amerika, Kanada, New Zealand dan Hawaii membuat kami menganggap semua tantangan bisa kami atasi dan kurang berhati-hati. Bukankah dalam hidup kita sering begitu? Lebih mengandalkan pengalaman pribadi daripada bergantung kepadaNya? Pada kenyataan setiap hari dalam kehidupan kita adalah sesuatu yang baru. Kita perlu merendahkan diri mohon pertolongan dan bimbingan Tuhan agar dapat melewatinya dengan baik.
.
Pauline menceritakan ada 3 Golden Rules di Australia: pertama, jika kita pergi ke tempat yang jauh dari kota maka pertama kita harus membawa cukup makanan dan minuman. Kedua, jangan pernah meninggalkan mobil karena belum tentu kita tahu jalan kembali. Ketiga, jangan pernah mengambil jalan potong kecuali kita mengenal daerah disana atau kita bersama seseorang yang betul-betul mengenal daerah itu. Setiap kali bepergian jauh, mintalah seseorang untuk terus memantau sehingga jika terjadi sesuatu bisa segera diketahui. Kami mengambil jalan potong dan meninggalkan mobil sampai berkilo-kilo meter, kalau kami berhasil kembali ke mobil dan berkumpul kembali dengan keluarga kami, inipun suatu mujijat.
.
Mujijat seringkali hadir dalam bentuk yang begitu natural sehingga bagi kita yang tidak peka, nampaknya seperti hal-hal yang biasa saja. Dua pria yang tiba-tiba lewat di jalan yang tidak biasanya mereka lewati kemudian menolong kami, rasanya begitu biasa dan dengan pertolongan yang singkat, kamipun lolos dari maut. Kemudian hidup mengalir lagi seperti biasa….Tetapi jika kita peka, sesungguhnya itu adalah saat-saat kritis yang menentukan. Marilah kita belajar untuk mensyukuri hidup ini, peka melihat campur tangan Tuhan dan mengisinya dengan hal-hal yang menyukakan Tuhan Yesus karena hidup itu anugerah yang luar biasa!
.
OLEH: YENNY INDRA
.