Dewasa: Siapa yang Kamu Salahkan Hari Ini?
Seruput Kopi Cantik
Yenny Indra
Dewasa: Siapa yang Kamu Salahkan Hari Ini?
Ita kecewa. Suaminya, Budi tidak seperti yang diharapkannya. Menjengkelkan. Kurang perhatian dst dst.
Lalu ia menyalahkan orangtua yang awalnya memperkenalkannya pada Budi.
Jika dipikir ulang, bukankah Ita memang mau menikahi Budi? Meski orangtuanya yang memperkenalkan….
Dan tidak ada seorang pun yang tahu, bagaimana karakter dan perubahan seseorang di kemudian hari. Orangtuanya hanya bisa melihat karakter Budi sekian puluh tahun lalu. Tetapi manusia itu bertumbuh dan berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Dan Ita pun ikut berperan membentuk perubahan Budi.
Saya selalu berprinsip, jika nasi sudah menjadi bubur, toh tidak akan mungkin dikembalikan lagi menjadi nasi. Ya sudah, lakukan semaksimal mungkin agar bubur itu bisa menjadi bubur paling enak yang bisa kita nikmati. Tambahkan abon, teri, ayam, kuah yang sedap….
Dengan demikian, bisa jadi bubur itu justru lebih mahal dan enak daripada nasi.
Tidak ada hidup yang sempurna di dunia ini.
Lakukan saja yang terbaik yang kita bisa, dan doakan, Tuhan bisa mengubahnya menjadi kebaikan bagi masa depan kita.
******
Banyak orang bertambah usia setiap ulang tahun, tapi sayangnya… tidak semua bertambah dewasa. Ada yang rambutnya sudah beruban, tapi masih saja suka menyalahkan orang lain saat hidup tak berjalan sesuai rencana. Padahal, kedewasaan sejati itu tidak otomatis hadir bersama angka usia—ia muncul saat kita memutuskan untuk bertanggung jawab atas hidup kita sendiri.
Dulu saya pun sempat berpikir, kedewasaan itu seperti hadiah ulang tahun: semakin tua, semakin bijak. Tapi ternyata, realitanya tidak sesederhana itu. Kedewasaan bukan datang karena tahun-tahun yang berlalu, tapi dari sikap hati. Terutama, saat kita berani berkata, “Ya, ini salahku. Aku akan memperbaikinya,” tanpa menyalahkan keadaan, orang tua, pasangan, bos, atau bahkan cuaca!
Masih ingat kisah Adam & Hawa setelah makan buah pohon terlarang, pohon pengetahuan baik dan jahat?
Allah memanggil mereka dan bertanya: “Di manakah engkau?”
Ia menjawab: “Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi.” “Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?”
Manusia itu menjawab: “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.” Kemudian bertanyalah Allah kepada perempuan itu: “Apakah yang telah kauperbuat ini?” Jawab perempuan itu: “Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan.”
Adam dan Hawa tidak mau mengakui kesalahan, mengambil tanggungjawab dan bertobat.
Berbeda dengan Raja Daud, yang sudah berzinah dengan Betsyeba bahkan membunuh suaminya. Ketika Nabi Natan menegurnya, bagaimana respon Daud?
Lalu berkatalah Daud kepada Natan: “Aku sudah berdosa kepada TUHAN.” Dan Natan berkata kepada Daud: “TUHAN telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati.
Yang Tuhan inginkan sederhana sekali: akui kesalahan dan bertobat.
Daud disebut orang yang hatinya berkenan kepada Tuhan, meski dosanya berat.
Sering kali kita pun tergoda untuk lari dari tanggung jawab, apalagi ketika keputusan yang kita buat ternyata membawa hasil yang tidak menyenangkan. Tapi justru di situlah kedewasaan diuji. Bukan soal siapa yang benar atau siapa yang salah, tetapi apakah kita bersedia menanggung konsekuensi dari pilihan kita sendiri—dan belajar darinya.
Saat seseorang mulai mengelola emosinya tanpa drama, menyelesaikan masalah tanpa menyalah-nyalahkan, dan melakukan tugasnya tanpa harus disuruh-suruh… di situlah benih-benih kedewasaan mulai tumbuh.
Saya teringat satu prinsip yang terus saya pegang: Hidup ini bukan tentang menunggu seseorang datang menyelamatkan kita, tetapi tentang berani mengambil peran sebagai pemeran utama dalam cerita hidup kita sendiri. Tuhan sudah memberikan kepada kita hikmat, kekuatan, dan akal budi. Tinggal bagaimana kita menggunakannya.
Daripada terus bertanya, “Siapa yang salah?”, lebih baik kita mulai bertanya, “Apa yang bisa aku perbuat sekarang?” Pertanyaan ini mengubah fokus kita dari menyalahkan… menjadi bertindak. Dari pasif… menjadi proaktif. Dari korban keadaan… menjadi pemenang dalam hidup.
Setiap kali kita memilih untuk bertanggung jawab, tidak lari dari masalah, dan tetap tenang meskipun keadaan tidak ideal—di situlah kedewasaan sedang dibentuk. Mungkin prosesnya tidak instan, tapi percayalah… itu tidak sia-sia.
Dan yang paling indah? Saat kita bertumbuh menjadi pribadi yang dewasa, hidup kita bukan hanya bertambah tahun, tapi juga bertambah makna.
Hidup kita menjadi teladan bagi anak-anak dan orang-orang di sekitar kita.
Siap praktik? Yuk….
“Blame is just a lazy way of making sense of chaos.” – Douglas Coupland
“Menyalahkan hanyalah cara malas untuk mencari makna di tengah kekacauan-tanpa benar-benar mau berubah.”
YennyIndra
TANGKI AIR *ANTI VIRUS* & PIPA PVC
MPOIN PLUS & PIPAKU
THE REPUBLIC OF SVARGA
SWEET O’ TREAT
AESTICA INDONESIA – AESTICA ID
PRODUK TERBAIK
PEDULI KESEHATAN
#seruputkopicantik
#yennyindra
#Inspirasi Kebaikan #MotivasiKebaikan
#PribadiBerkualitas #BerbagiDenganSesama