Tiger Nest- ikonik Bhutan di Tebing Curam 3.000 Meter
Seruput Kopi Cantik
Yenny Indra
Tiger Nest- ikonik Bhutan di Tebing Curam 3.000 Meter
Tiger’s Nest atau Paro Taktsang adalah ikonik di Bhutan yang bertengger di tebing curam setinggi 3.000 meter di atas lembah Paro.
Tempat ini bukan sekadar destinasi wisata, tetapi juga simbol spiritual yang penuh misteri dan legenda!
Konon, Guru Rinpoche- sang tokoh- terbang ke sini dengan menunggangi harimau betina. la bermeditasi di dalam gua selama tiga tahun, tiga bulan, tiga minggu, tiga hari, dan tiga jam!
Sejak itu, tempat ini menjadi pusat ziarah suci.
******
Malam sebelum kami ke Tiger Nest, P. Indra teringat handbagnya. Duh di mana ya?
Ah, kelihatannya disimpan di Smart Luggage – kopor yang ada batterynya- yang kami tinggal di bus.
Baru sadar, arloji dan cincin berlian P. Indra disimpan di sana.
Udara dingin, baju berlapis-lapis, jadi P. Indra merasa cincin dan arloji itu merepotkan. Dilepaslah arloji dan cincin itu lalu disimpan dalam tas.
Bisa hilang dong…. demikian pikiran natural kita.
Menolak kuatir, saya memperkatakan perintah, agar malaikat Tuhan menjagainya.
Keesokan paginya, begitu bus datang, saya cari smart luggage…. tapi gak ada. Ternyata disimpan tour leader di reception. Waktu saya buka, gak ada….
Oh….
Sudah terbiasa berdoa pagi BBL, apa pun yang terjadi, menolak berkata negatif atau kuatir. Dalam perjalanan ke Tiger Nest, P. Indra berusaha mengingat-ingat, terakhir di taruh di mana ya?
Ketinggalan di resto saat breakfast di hotel sebelumnya?
Atau ditinggal di rak bus di atas kepala?
Begitu bus berhenti di Tiger Nest bus stop, segera saya coba meraba-raba di rak atas, ternyata ada…
Dan saat dibuka, arloji dan cincin lengkap ..
Yeaaaay……
God is good all the time!
Yang saya gak bisa jagain, malaikat-Nya menjagai untuk saya….
Hati saya meleleh….
Betapa baiknya Engkau, Tuhan!
Siapakah aku ini jadi biji mata-Mu? Betapa hati ini bersyukur….I love You….
*******
Saat saya menceritakan kejadian ini pada teman-teman, B. Lusi bercerita, pagi tadi saat breakfast tiba-tiba gigi palsunya patah…
Alamaaak…..
Begitu B. Lusi berkomentar, “Aduh, gigiku patah….”
Persis di seberang mejanya, ada B. Ninin, tanpa banyak bersuara, segera mengeluarkan lem gigi palsu dari dalam tasnya….
Wow…..
Seberapa sering orang yang tur bawa lem gigi?
Dan gak usah nyari-nyari, langsung saat itu juga tersedia.
Sehingga B. Lusi tetap cantik…. klo gak cerita, saya pun ga tau…
*Dahsyatnya Tuhan itu…. menyediakan apa pun yang kita perlukan, bahkan yang kita tidak sadar kita membutuhkannya.*
Kami saling sharing dan terpukau, betapa baiknya Tuhan itu…
Kami pun bernyanyi bersama dengan hati yang penuh syukur & kekaguman atas kebaikan dan kesetiaan-Nya…
Aku punya Tuhan yang besar…
Yang tlah berjanji dan sanggup menggenapi…
Imanku bersepakat percaya kuasa-Nya,
Ku terima sekarang, kemenangan dari-Mu…
*********
Beberapa hari sebelumnya, saat di Nepal, P. Benny sedang berjalan keluar dari sebuah toko souvenir.
Tempatnya bertingkat, di sana sini ada beberapa anak tangga, tempatnya naik turun. P. Benny berpegangan pada seng, dipikirnya itu bangunan permanen, ternyata tidak. P. Benny pun meluncur ke bawah pelan-pelan kehilangan keseimbangan.
Gedubraaaaakkk…..
Jatuhlah beliau, padahal badannya besar.
Untungnya…. – Orang Jawa selalu untung -, jatuhnya pelan dan meski sedikit sakit, tetap oke dan bisa melanjutkan tur dengan baik.
Bukankah ini pun mujizat Tuhan?
Malaikat-Nya menjagai di sepanjang perjalanan…
********
Ketika kami membicarakan kebaikan-kebaikan Tuhan, hati pun berbunga-bunga dan penuh semangat bersiap menikmati Tiger Nest yang terkenal.
Sebagian memilih naik kuda, termasuk saya, dan sebagian lagi memilih trekking.
Gadis muda yang menuntun kuda poni yang saya tunggangi, berusia 20 tahun. Dia sudah lulus SMA tetapi tidak melanjutkan kuliah karena harus membantu orangtuanya.
Sayang ya…. padahal ke universitas pun semua biaya sudah ditanggung pemerintah.
Mereka menuntun kuda berkelompok. Gadis ini dengan ayah dan saudarinya berada di satu kelompok kecil dan berjalan bersama-sama. Demikian pula kelompok-kelompok lainnya.
Perjalanan menanjak. Di sebagian tempat ada tangga tetapi masih berupa tanah berbatu, sisanya benar-benar jalan tanah di tepi tebing yang cukup curam. Pemandangannya indah dan udaranya cukup dingin, 4 derajad di pagi hari.
Kami menuju Tiger Nest Takshang Cafetaria berada di ketinggian sekitar 2.950 meter di atas permukaan laut.
Tempat ini menjadi titik istirahat favorit bagi para pendaki sebelum melanjutkan perjalanan ke Tiger Nest yang berada di ketinggian sekitar 3.120 meter.
Dari sini, pengunjung bisa menikmati pemandangan spektakuler Tiger’s Nest sambil menikmati teh hangat atau makanan khas Bhutan.
Kami pun menikmati makan siang di sana.
Nampak biara putih berjajar di antara tebing batu yang menjulang tinggi di ketinggian…
Sungguh mempesona…. menakjubkan…
Menuju Tiger’s Nest bukan perjalanan biasa. Jalurnya 6 km menanjak, melalui hutan pinus yang sejuk, jembatan kecil, dan tanjakan curam. Setiap langkah merupakan latihan kesabaran dan ketahanan, seolah mengajarkan seperti juga perjalanan kehidupan yang tidak selalu mudah. Namun, bersama Tuhan kita senantiasa mampu menaklukkan tantangan hidup, seberat apa pun.
P. Indra terpukau dan berujar, “Tidak bisa dibayangkan bagaimana cara mereka membangunnya…. Tantangannya betul-betul tidak mudah.”
P. Indra memang dari Teknik Sipil dan biasa membangun pabrik sehingga mengerti betul kesulitannya.
Pada tahun 1998, Tiger Nest mengalami kebakaran hebat yang hampir menghancurkan seluruh bangunannya. Namun, dengan dedikasi dan ketekunan luar biasa, rakyat Bhutan bersama pemerintah berhasil membangunnya kembali dengan cara tradisional. Hingga kini, keaslian arsitekturnya tetap terjaga
Kami bertemu dengan turis-turis mancanegara. Dari Amerika, Korea, Eropa, India mau pun turis lokal.
Sungguh bersyukur diberi Tuhan kesempatan melihat langsung keindahan ciptaan-Nya yang dipadukan dengan ketekunan dan kegigihan manusia.
Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya kepada-Nya!
Setuju?
Climb mountains not so the world can see you, but so you can see the world.” – David McCullough Jr.
“Mendaki gunung bukan agar dunia melihat kita, tetapi agar kita bisa melihat dunia.”- David McCullough Jr.
Artinya, setiap perjalanan mendaki gunung, membuka perspektif baru dan mengajarkan kita untuk melihat Tuhan dalam segala hal.
YennyIndra
TANGKI AIR *ANTI VIRUS* & PIPA PVC
MPOIN PLUS & PIPAKU
THE REPUBLIC OF SVARGA
SWEET O’ TREAT
AESTICA INDONESIA – AESTICA ID
PRODUK TERBAIK
PEDULI KESEHATAN
#seruputkopicantik
#yennyindra
#Inspirasi Kebaikan #MotivasiKebaikan
#PribadiBerkualitas #BerbagiDenganSesama