Category : Christianity

Articles, Christianity

“Apakah Kita dipimpin Oleh Tuhan?”

“Apakah Kita dipimpin Oleh Tuhan?”

Banyak orang yang mengatakan ingin dipimpin Tuhan, baik apa yang mereka katakan mau pun yang mereka lakukan.
Bagaimana kita tahu apakah kita dipimpin oleh Tuhan atau tidak?

“Ikuti kebenaran, iman, kasih, damai sejahtera, bersama-sama mereka yang memanggil Tuhan dengan hati yang murni.”
2 Timotius 2:22
Ketika melihat hal ini, saya menyadari betapa sederhananya mengetahui bahwa kita sedang berjalan mengikuti Tuhan!

Mengikuti kebenaran.
Kebenaran adalah identitas baru kita di dalam Kristus. Hindari peraturan agama yang membuat kita merasa tidak berharga. Kebenaran adalah hidup bebas dari rasa bersalah dan penghukuman, serta bebas dari rasa takut.

Mengikuti iman kita.
Iman timbul karena mendengarkan Tuhan. Apa pun yang melahirkan iman di dalam hati kita, berasal dari Tuhan yang berbicara, memberikan pewahyuan, mendorong atau memberi kita visi untuk masa depan. Ketika mengikuti iman kita, artinya kita sedang mengikuti Tuhan dan berjalan dalam penyediaan-Nya untuk hidup kita.

Mengikuti Kasih.
Kasih berusaha memberkati, melayani dan memberi kepada orang lain. Tuhan adalah kasih dan karakter Tuhan yang sesungguhnya ingin mengasihi orang lain melalui kita. Hati yang dingin terhadap orang lain, tidak bisa dipimpin oleh Tuhan.

Mengikuti damai sejahtera.
Lindungi diri kita dari apa pun yang akan mencuri kedamaian dari dalam hati kita atau apa pun yang mencoba menabur ketakutan ke dalam hidup kita. Berharaplah hanya kepada Tuhan yang menjaga kita dalam kedamaian sempurna, karena pikiran kita tetap fokus kepada-Nya.

Keempat kebenaran sederhana ini dapat membuat kita terus berada dalam kehendak Tuhan sepanjang hidup kita. Pintu-pintu akan terbuka, perkenanan Tuhan akan menyertai kita dan berkat-berkat pun akan mengejar kita.

[Repost ; “Are you led by God?”, – Barry Bennett, diterjemahkan oleh Yenny Indra].

Read More
Articles, Christianity

“Apakah Anda Seorang Marta atau Maria?”

“Apakah Anda Seorang Marta atau Maria?”

Sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: “Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.”

Lukas 10:40 (TB)

Hanya ada tiga contoh dalam Kitab Suci yang memberi kita informasi tentang Marta. Dari catatan ini, kita dapat melihat bahwa Marta memiliki seorang saudara laki-laki bernama Lazarus, yang dibangkitkan Yesus dari kematian, dan seorang saudara perempuan bernama Maria.

Marta salah menempatkan prioritasnya pada kesempatan ini dan dikoreksi oleh Yesus. Kemudian, pada jamuan makan untuk Yesus di rumah Simon si penderita kusta, sekali lagi Martha melayani, sementara Maria, saudara perempuannya menyembah Yesus dengan mengurapi kaki-Nya dengan parfum mahal.

Marta adalah orang pertama yang lari dan menemui Yesus ketika Dia datang ke rumah mereka setelah kematian Lazarus. Pada saat inilah Marta berkata bahwa dia tahu Yesus dapat mencegah Lazarus dari kematian dan, bahkan kemudian, dia menyatakan tahu Dia dapat membangkitkan Lazarus dari kematian. Marta membuat pengakuan iman dalam keilahian Yesus sekuat Petrus, yang menerima berkat dari Yesus.

Marta tidak salah dalam melayani Yesus dan murid-murid-Nya. Wanita lain melayani Yesus dengan cara ini tanpa dikoreksi. Melayani adalah hal yang baik, tetapi Marta telah meletakkannya di urutan yang salah. Masalahnya adalah prioritas — bukan apa yang dia lakukan.

Merupakan suatu kehormatan besar dapat menerima Yesus di rumahnya dan dapat mendengar kata-kata pribadi-Nya kepada seisi rumahnya. Marta seharusnya memberikan prioritas yang sama seperti yang dilakukan Maria.

Sama seperti Marta, banyak orang saat ini disibukkan dengan berbagai hal yang membuat mereka tidak dapat mendengarkan perkataan Yesus. Memang mudah untuk mengenali dan berpaling dari hal-hal yang jelas merupakan dosa, tetapi bahkan dalam hal-hal baik yang melibatkan kita pun harus diprioritaskan, agar tidak ada yang menggantikan pencarian kita terhadap Kerajaan Allah sebagai yang utama.

[Repost ; “Are You a Martha or a Mary?”, – Andrew Wommack , diterjemahkan oleh Yenny Indra].

Read More
Articles, Christianity

“Iman yang Hidup.”

“Iman yang Hidup.”

Iman merupakan sifat Roh Allah, yang dihasilkan oleh pengaruh Firman dan Roh di dalam hati yang siap untuk menerima.
Keadaan iman kita dapat berubah secara dramatis dari hari ke hari, tergantung pada bagaimana hati kita berhubungan dengan Firman dan Roh Allah.
Karena dengan hati orang percaya Roma 10:10 (TB)
Hidup dengan iman adalah hidup dengan Firman Tuhan yang hidup di hati kita dalam setiap keadaan.

Karena alasan itulah Yesus menasihati bahwa
“Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.”
Matius 4:4 (TB)

Kata-kata yang keluar dari mulut Allah (Firman) dan menemukan tanah yang baik di hati kita, menghasilkan iman yang tinggal di dalam kita. Kebenaran Allah di dalam diri kita dimulai dan dilanjutkan dengan iman, sebagaimana halnya kesehatan, sukacita, kedamaian, kemakmuran, dan visi untuk masa depan.

Paulus berdoa agar orang-orang kudus yang percaya, memiliki pewahyuan Allah yang lebih besar. Senantiasa tersedia lebih banyak hal-hal untuk didengar, dilihat, dan dipercaya.
” …. Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar.
Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus,
dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya.”
Efesus 1:15-19 (TB)

Bagaimana pandangan dalam pemahaman kita?
Saya tidak percaya ini berbicara tentang kemampuan mental kita, tetapi lebih kepada kemampuan rohani kita. Paulus berdoa agar orang-orang kudus “mendengarkan” Allah atau “melihat” hal-hal dalam Kerajaan Allah yang kita jalani dengan iman.

Iman bukanlah peristiwa stagnan sekali pakai yang menandai kelahiran baru kita.
Iman bukanlah sekedar kepercayaan atau doktrin.
Iman bukanlah masalah mental.
Iman itu sesuatu yang rohani.

Pertahankan terus iman kita agar tetap hidup tersambung pada Sumbernya!

[Repost ; “Living Faith”, – Barry Bennett, diterjemahkan oleh Yenny Indra].

Read More
Articles, Christianity

Apakah Orang Kristen Itu?

Apakah Orang Kristen Itu?

“Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman.
Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka.
Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih.” Roma 1:18-20 (TB)

Sejak kejatuhan Adam, manusia telah berusaha menemukan jalan kembali kepada Tuhan. Ada kerinduan di dalam diri setiap orang untuk kembali kepada gambar yang diciptakan Allah bagi mereka. Pengetahuan bahwa pasti ada sesuatu yang lebih. Agama-agama dunia merupakan kesaksian dari kitab suci, mulai bab pertama kitab Roma, dituliskan Allah telah menyatakan diri-Nya kepada ciptaan-Nya. Tetapi manusia menemukan pendekatan yang berbeda untuk kembali kepada Allah seperti yang dilakukan banyak orang.

Perbedaan antara agama dan Kekristenan, pada dasarnya, bahwa agama adalah upaya manusia untuk mencapai Tuhan, sementara (kekristenan) Yesus adalah Tuhan yang menjangkau manusia. Semua agama di dunia gagal mendapatkan keselamatan karena mereka menempatkan beban keselamatan pada manusia. Mereka mengajarkan bahwa melalui kepatuhan yang ketat terhadap standar apa yang boleh dilakukan dan yang tidak, membuat diri kita dapat diterima oleh Tuhan.
Namun Allah mengungkapkan dalam
Yakobus 2:10 (TB) Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya.
Di sinilah agama-agama dunia telah melewatkannya. Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah. Roma 3:23 (TB) Manusia tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri; dia harus memiliki penyelamat.

Jadi Allah mengutus Anak-Nya Yesus dalam daging untuk menghukum dosa di dalam daging agar kita dapat menjadi benar di hadapan Allah (Rm. 8: 3-4).
Kita dapat diterima oleh Allah melalui siapa Yesus itu dan apa yang Dia lakukan (Efesus 1: 6).
Yesus berkata tentang diri-Nya sendiri bahwa Dialah satu-satunya jalan kepada Bapa (Yohanes 14: 6).
Petrus berkata dalam
Kisah Para Rasul 4:12 (TB) “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.”
Tuhan adalah satu-satunya yang dapat memberikan keselamatan bagi manusia, melalui Yesus; dan setiap usaha lain untuk mendekati Tuhan, terlepas dari seberapa tulusnya mereka, akan berakhir dengan kegagalan total dengan hasilnya adalah kematian kekal.

Kebanyakan orang yang pergi ke gereja di Amerika dapat menerima semua ini dengan mudah sehubungan dengan agama lain. Tetapi banyak orang yang gagal melihat bahwa yang disebut Kekristenan dewasa ini tidak lain adalah agama. Dengan demikian, banyak orang yang sedang menjalani gerakan Kekristenan berpikir bahwa ketaatan mereka dalam melakukan kebaikan sesuai ajaran Kekristenan akan membantu mereka memperoleh keselamatan. Mungkin sekali mereka terjebak dalam jebakan mencoba dibenarkan karena kehadiran di gereja dan persembahan mereka, seperti halnya orang yang membakar dupa bagi berhala untuk menyenangkan para dewa.

Ibrani 5: 9 (TB) mengatakan bahwa Yesus menjadi pokok keselamatan yang abadi, oleh karena itu penghakiman-Nya adalah satu-satunya yang diperhitungkan. Banyak orang memercayai mereka kristen karena nama mereka tercantum dalam daftar nama anggota gereja atau ada tulisan “KEPADA TUHAN KITA PERCAYA” tertulis di koin mereka, tetapi bukan itu standar yang Yesus gunakan untuk memberikan keselamatan.

Mari kita lihat kisah Yesus yang melayani keselamatan. Dalam Markus 10: 17-22, kita melihat contoh seorang pria yang benar-benar ingin memiliki kehidupan kekal. Dia secara aktif mengejarnya, dibuktikan dengan fakta bahwa dia berlari kepada Yesus dan berlutut di kaki-Nya. Jika keinginan atau niat baik bisa menyelamatkan, dia pasti sudah mendapatkannya. Tetapi Yesus, sang pemberi kehidupan kekal, tidak menerima kondisinya. Banyak orang saat ini yang tidak percaya, bahwa apa yang kita yakini, itu sesuatu yang benar-benar penting. Hanya niat kita yang diperhitungkan. Tetapi contoh ini membuktikan bahwa hal itu salah.

Pria ini mencari hal yang benar, bahkan dia mendatangi Orang yang tepat, tetapi dia melakukan sejumlah kesalahan. Pertama, dia hanya mengakui Yesus sebagai Guru yang baik (ayat 17 TB). Yesus menjawab dengan mengatakan,
“Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain dari pada Allah saja.”
Penguasa muda yang kaya ini bersedia mengakui bahwa Yesus baik, tetapi dia tidak maju lebih jauh lagi dengan mengakui Ia adalah Allah. Sedangkan, salah satu elemen yang sangat penting bagi keselamatan adalah percaya bahwa Allah telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia (1 Tim. 3:16).

Setiap pemimpin besar berbagai agama di dunia mengenal kebesaran Yesus, tetapi mereka menolak klaim keilahian-Nya. Ketika Yesus ditanyai oleh imam besar, Dia mengakui bahwa Dia adalah Kristus (Mat. 26: 63-64). Imam besar dan para tua-tua mengatakan bahwa Dia telah menghujat karena ??mengatakan berasal dari Tuhan sendiri. Yesus harus lebih dari manusia yang baik supaya menjadi korban bagi seluruh umat manusia. Kehidupan satu orang hanya bernilai hidup satu orang. Tetapi karena Yesus adalah Allah, hidup-Nya lebih bernilai daripada semua orang yang pernah hidup atau akan pernah hidup di dunia ini. Penguasa muda ini membuat kesalahan dengan mengakui Yesus baik, tetapi tidak mengakuinya sebagai Tuhan.

Kedua, dia ingin tahu apa yang bisa dia lakukan untuk mewarisi kehidupan kekal. Dia berusaha menjangkau Tuhan melalui usahanya, tetapi dia tidak bisa berbuat sesuatu yang cukup baik.
Dia telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah Roma 3:23 (TB) . Banyak orang-orang yang menyebut diri mereka Kristen saat ini, melakukan hal yang sama. Mereka berpikir bahwa kehadirannya di gereja atau dengan membaca Alkitab, dll., Akan menebus dosa mereka, namun sesungguhnya hanya darah Tuhan Yesus Kristus yang dapat membersihkan kita dari dosa kita. Semua usaha kita sia-sia belaka. Mungkin saja hidup kita lebih baik daripada hidup orang lain, tetapi siapa yang ingin menjadi pendosa terbaik yang pergi ke neraka? Kita membutuhkan juru selamat.

Yesus tahu orang ini tidak mampu menyelamatkan dirinya sendiri. Dia tidak memberitahunya untuk menaati Hukum Perjanjian Lama supaya dia bisa mendapatkan keselamatan. Hukum Taurat tidak diberikan agar kita mentaatinya tetapi melaluinya kita sadar bahwa kita semua telah berdosa dan membutuhkan juru selamat (Rm. 3: 19-20). Yesus melayani melalui hukum Taurat kepada orang ini sehingga ia menyadari kebutuhannya dan berseru kepada Yesus memohon pertolongan.

Penguasa muda yang kaya itu mengatakan bahwa dia telah mematuhi semua perintah itu sepanjang hidupnya. Menurut Roma 3:23, yang telah kita kutip, hal itu tidak benar. Yesus tahu semuanya, maka Dia menyuruhnya pergi dan menjual semua miliknya, memberikan uangnya kepada orang miskin, lalu datang dan mengikuti Dia. Ini untuk menunjukkan bahwa dia telah melanggar perintah pertama, yaitu, “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.” Keluaran 20:3 (TB)
Uangnya itulah tuhannya, dan dia membuktikannya, karena dia memilih untuk menyimpan uangnya daripada menaati Tuhan.

Kesalahannya yang ketiga, dia tidak menjadikan Yesus sebagai Tuhannya (penguasa dan tuan). Dia tidak mau berkomitmen memberikan hidupnya sepenuhnya dalam kendali Yesus. Ayat 20 mengatakan bahwa Yesus mencintainya, tetapi Yesus tidak mengubah standar-Nya. Kecuali seseorang bersedia menjadikan Yesus sebagai Tuhan atas segalanya, maka Dia tidak bisa menjadi Tuhan sama sekali (dalam kehidupan pria itu).

Tuhan tidak mengubah standar-Nya hingga kini. Beberapa gereja saat ini memberi tahu orang-orang hanya untuk melakukan yang terbaik atau sekedar bergabung dengan gereja mereka, dll., maka mereka akan pergi ke surga, namun sesungguhnya tidak demikian. Kita harus mengakui ketergantungan kita sepenuhnya kepada Yesus saja dan menyerahkan hidup kita kepada-Nya sebagai Tuhan. Seperti dikatakan dalam
Roma 10:9 (TB) “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.”

Komitmen kepada Yesus sebagai Tuhan atas seluruh hidup kita, harus ada di sana. Tidak berarti bahwa kita tidak akan pernah gagal dalam memenuhi komitmen itu. Tuhan penuh belas kasihan, dan kasih menutupi segala pelanggaran (dosa)
Amsal 10:12 (TB)
Namun terlepas dari seberapa baik dalam memenuhinya, kita harus membuat komitmen bahwa Yesus adalah Tuhan atas seluruh hidup kita.

Saya menerima Tuhan ketika saya berusia delapan tahun. Saya tidak tahu tentang kesembuhan dan baptisan Roh Kudus, tentu saja saya tidak membiarkan Yesus memerintah di daerah-daerah itu. Tetapi saya benar-benar menyerahkan hidup saya sepenuhnya kepada Yesus sejauh pengetahuan yang saya miliki, dan ketika Tuhan mengungkapkan lebih banyak kebenaran-Nya, saya juga berhasil dalam bidang-bidang tersebut. Saya sempat menolak keras hal-hal yang Dia perlihatkan kepada saya, tetapi karena saya menjadikan Yesus sebagai Tuhan, Dia selalu menang. Puji Tuhan!

Jika kita belum pernah menjadikan Yesus sebagai Tuhan dalam hidup kita, doakan saja doa sederhana ini bersama saya, bersungguh-sungguh dengan segenap hati, dan kita akan diselamatkan:

“Bapa, saya menyadari, saya bergantung sepenuhnya kepada-Mu untuk menyelamatkanku. Saya menerima pengorbanan Yesus sebagai pembayaran atas dosa-dosa saya dan menjadikan Dia Tuhan bagi hidup saya. Saya percaya bahwa Yesus bangkit dari kematian dan sekarang hidup di dalam saya. Saya diselamatkan! Puji Tuhan! Saya diselamatkan! ”

[Repost: What Is a Christian – Andrew Wommack. Diterjemahkan oleh: YennyIndra]

Read More
Articles, Christianity

“Sebuah kesaksian tentang Anugerah: Arthur Meintjes.”

“Kesaksian tentang Anugerah: Arthur Meintjes.”

Instruktur Charis, Arthur Meintjes tidak hanya mengabarkan Firman tentang anugerah Tuhan — dia menghidupinya.

Bertahun-tahun yang lalu, ketika masih tinggal di Afrika Selatan bersama istrinya, Cathy, Arthur bertemu Tuhan secara pribadi dengan cara yang menakjubkan.

Setelah mengikuti pelatihan di Christ for the Nations di Dallas, Texas, Arthur dan Cathy kembali ke Afrika Selatan, memulai sebuah gereja. Selama sembilan tahun penggembalaan mereka, gereja tumbuh dan berkembang, tetapi Arthur secara pribadi, tidak.
“Saya tidak memahami anugerah Tuhan. Meski pun memberitakan Firman, tetapi saya terjebak dalam lingkaran setan legalisme. ”

Berusaha menyenangkan Allah melalui hidup kudus, membaca Alkitab, berdoa, dan semua “yang harus dikerjakan” dalam hidup kekristenan lainnya, Arthur menjadi putus asa.
“Bukan karena saya berkecil hati dengan pelayanan — kami melakukan semua hal yang benar dan mengalami kesuksesan — tetapi saya merasa lelah dengan kehidupan Kristen.
Saya tidak bisa melakukan semua yang saya pikir dituntut harus saya lakukan. Saya tidak bisa menjawab pertanyaan dalam diri saya sendiri: Bagaimana saya bisa membayar hutang saya bagi pengorbanan Yesus?
Sudahkah saya melakukan yang cukup baik untuk Tuhan?
Pada satu titik, saya diingatkan pada kewajiban membaca dua puluh lima pasal Alkitab setiap hari. Dan apa yang menurut kita wajib dilakukan, pada akhirnya justru membuat kita membencinya.”

Arthur berperang melawan perasaan tanpa harapan dan putus asa itu, hingga hampir membunuhnya.

“Meskipun Tuhan tidak pernah menuntut hal-hal itu dari saya, namun hati nurani saya melakukannya. Saya menjadi begitu putus asa dan tertekan sehingga saya pergi ke kantor, mengambil pistol saya yang terisi peluru, dan mengokangnya, siap untuk mengakhiri hidup. Pikiran bunuh diri tidak mengganggu saya; Saya sudah merasa seperti hidup di neraka karena perasaan bahwa saya tidak cukup baik seperti yang diinginkan Tuhan. Saya tidak bisa menyenangkan Tuhan.”

Dengan bersikukuh pada keputusannya, Arthur memutuskan sekali lagi melakukan “percakapan” terakhir dengan Tuhan.
“Aku sangat marah. Aku berteriak pada langit-langit. Mengutuk Tuhan. Berteriak lantang dan memuntahkan rasa kesal. Melemparkan Alkitab saya ke lantai. Menginjaknya. Mengambilnya lagi, lalu melemparkannya ke seberang ruangan. Saya sangat ingin Tuhan menanggapi kemarahan saya. Terbersit dalam pikiran, akan ada kilat menyambar dan menjatuhkan saya — setidaknya itu menunjukkan bahwa Tuhan mendengarkan saya.”

Ketika Arthur sampai pada akhir dirinya, – dalam keadaan benar-benar tak berdaya – dan emosinya mereda, Tuhan berbisik di dalam hatinya, Arthur, kamu perlu memasuki perhentian-Ku.

Sebagai pengkhotbah tentang Iman, Arthur tidak menghargai hikmat Allah. “Saya merasa direndahkan, terhina. Ingatan pada bagian dalam Kitab Ibrani yang mengatakan umat Allah tidak dapat masuk ke dalam perhentian-Nya karena ketidakpercayaan mereka (Ibrani 3:19), terus terbayang. Saya berpikir, Tuhan, bagaimana Engkau bisa mengatakan hal itu kepada saya? Saya pengkhotbah tentang Iman! Saya tahu semua isi Kitab Suci. Saya memiliki iman! ”

Tetapi Roh Tuhan menjelaskannya, “Ketidakpercayaan bukanlah ketidakmampuan untuk percaya; hal itu terjadi ketika apa yang Anda yakini adalah sesuatu yang Tidak (salah). ”

Arthur mengerti.

Sepanjang hidupnya, dia percaya kepada Tuhan, tapi malam itu, Arthur menyadari selama ini dia mempercayai hal-hal yang salah tentang Tuhan, sama seperti anak-anak Israel. Setelah Tuhan menyelamatkan orang-orang Israel dari tangan orang Mesir, kepercayaan mereka tersendat keraguan di padang gurun. Meski pun mereka melihat kuasa-Nya yang luar biasa diperlihatkan berulang kali, ketika tiba saatnya bagi orang Israel harus memasuki Tanah Perjanjian, yang benar-benar mereka percayai tentang Allah — Dia adalah seorang Tuan Pengerah yang memaksa mereka bekerja keras, selalu mencari alasan untuk menghukum mereka — sehingga terus menghalangi mereka memasuki tempat perhentian-Nya.

Kesalahpahaman Arthur tentang karakter Tuhan yang sesungguhnya, membuatnya tidak mengalami manfaat yang seharusnya diperolehnya dalam hubungannya dengan Tuhan.

“Pengalaman itu merupakan hal terbesar yang pernah saya alami. Akhirnya saya menyadari bahwa hubungannya dengan Tuhan – Kekristenan – bukanlah tentang seberapa banyak saya mengetahui tentang Tuhan; namun bagaimana saya mengalami Dia. Itulah yang akhirnya mengubah hidup saya. ”

Sekarang Arthur berkeliling dunia, memberitakan Injil kepada semua orang yang mau mendengarkan. Pesannya tidak menunjukkan apa yang salah dengan kita, tetapi mengajarkan orang-orang untuk melihat diri mereka sendiri dalam terang karya salib yang sudah selesai. “Injil itu tentang KEBENARAN yang ada di dalammu!”

Arthur sering berkata. “Anugerah tidak memberi kita ijin untuk berbuat dosa; sebaliknya memberdayakan kita untuk hidup saleh.”

[Repost ; “A testimony of Grace: Arthur Meintjes”, – Arthur Meintjes, https://www.charisbiblecollege.org/blogs/charis-blog/2015/4/8/a-testimony-of-grace-arthur-meintjes, diterjemahkan oleh Yenny Indra].

Read More
1 18 19 20 21 22 37