Belajar Dari Dr. Henry Cloud: Boundaries!
Seruput Kopi Cantik
Yenny Indra
Belajar Dari Dr. Henry Cloud: Boundaries!
Kami berempat sedang berbincang-bincang, sambil menikmati kopi plus cemilan di sore hari yang indah.
Ketika sampai pada topik tentang batas-batas atau boundaries, terjadi perbincangan seru.
“Duh capenya ketemu tante-tante teman mamaku. Dulu belum ada pacar, ditanya koq belum dapat pacar? Nyariin engga, tapi kaya polisi interview terdakwa saja. Sudah ada pacar, ditanya kapan married? Habis married, ditanya lagi kapan punya anak…” Dewi menghela nafas panjang.
“Punya anak satu, sempat-sempatnya tante-tante itu nanya, koq cuma satu?”, dengan gemas menahan marah.
Kami terbahak-bahak prihatin.
“Tergantung itu siapa teman-teman kita. Kalau tipe penggosip, apa saja diurusin. ”
“Setuju. Gak ada tuh temanku yang suka ikut campur urusan orang lain, apalagi teman-teman di Sekolah Charis, mereka justru mendukung agar dalam segala sesuatu, tunggu jawaban Tuhan. Jangan menciptakan solusi sendiri,” sahutku.
“Mana beranilah ….. bisa ditulis di Seruput Kopi Cantik, lengkap dengan nama panjangnya, nanti dibaca orang se Indonesia Raya….hahaha….”, Rita tertawa lebar.
Yang tidak mereka disadari, pertanyaan–pertanyaan seperti itu membuat orang lain tertekan. Tidak sedikit yang akhirnya mengambil keputusan salah, hanya mau cepat-cepat, karena bosan dan tertekan dengan ‘teror’ mereka.
Padahal yang mereka lakukan hanyalah basa-basi yang ga penting sama sekali.
Apa arti batas-batas/ boundaries dan manfaatnya?
Boundaries define us. They define what is me and what is not me. A boundary shows me where i end and someone else begins, leading me to a sense of ownership. Knowing what I am to own and take responsibility for gives me freedom. Taking responsibility for my life opens up many different options. Boundaries help us keep the good in and the bad out. Setting boundaries inevitably involves taking responsibility for your choices. You are the one who makes them. You are the one who must live with their consequences. – Dr. Henry Cloud.
Boundaries/batas-batas mendefinisikan kita.
Batasan mendefinisikan siapa saya, dan apa yang bukan saya.
Batas menunjukkan di mana saya berakhir dan di mana orang lain mulai, memberi saya pada rasa memiliki.
Mengetahui apa yang saya miliki dan tanggung jawabnya, memberi saya kebebasan. Bertanggung jawab pada hidup saya, membuka banyak pilihan berbeda.
Batas- batas membantu kita menjaga yang baik dan mengeluarkan yang buruk.
Menentukan batasan pasti melibatkan tanggung jawab atas pilihan yang diambil. Kita yang membuatnya. Kita juga yang harus hidup dengan konsekuensinya. – Henry Coud.
Gambaran yang paling mudah dari batasan/boundaries adalah membayangkan sebuah perumahan. Rumah yang satu dengan rumah yang lain dibatasi oleh pagar. Ini menggambarkan area mana yang menjadi milik kita dan area mana yang menjadi milik tetangga. Setiap rumah memiliki peraturannya sendiri. Kita boleh melakukan apa saja di area rumah kita namun ketika keluar pagar, kita harus mengikuti aturan di rumah tetangga.
Jika hendak bertandang ke rumah tetangga, maka kita harus membunyikan bel terlebih dahulu. Tetangga berhak menerima atau menolak. Kalau kita bertindak berlebihan, menyebabkan gangguan, maka tetangga berhak melaporkan ke polisi bahkan menuntut kita secara hukum.
Demikian pula dengan sebuah hubungan, entah itu hubungan bisnis, pertemanan, mau pun hubungan dengan pasangan dan mertua:
Hubungan membutuhkan batasan dan aturan yang jelas, agar setiap warganya bisa hidup berdampingan dengan teratur, saling menghormati, menghargai, aman dan damai. Agar masing-masing tahu hak dan kewajibannya.
Budaya Barat sangat menghargai privacy orang lain. Bertanya agama, berat badan mau pun umur seseorang, sesuatu yang tabu. Itu hak pribadi seseorang.
Menikah or tidak, itu hak pribadi.
Punya anak or tidak, itu juga hak pribadi.
John Maxwell & Margaret, istrinya, menikah lalu memutuskan tidak akan memiliki anak kandung.
Mereka memilih mengadopsi 2 anak, laki-laki dan perempuan.
Itu pun hak mereka, meski nampak aneh dalam budaya timur.
Itu hidup mereka, mengapa orang lain yang protes?
Andrew Wommack bercerita, suatu kali ada orang yang memberikan komentar agak negatif kepada istrinya.
“Siapa Anda?”
“Nama saya Brown”.
“Saya tidak bertanya siapa nama Anda, tetapi apa otoritas Anda untuk menilai istri saya?”.
Pelajaran yang bagus sekali!
Bahkan ketika ada orang komplain terhadap satpam di kantornya, Andrew menyarankan orang itu menemui kepala satpam, karena orang itulah yang punya otoritas dan tanggungjawab untuk mengarahkan anak buahnya.
Padahal Andrewlah Presiden Direktur di sana.
Semua ada jalur dan aturannya. Tidak bisa asal main tabrak.
Sehingga tidak rancu dan kacau, akibat setiap orang mau mengatur dan memimpin.
Padahal satu kapal tidak bisa dikendalikan oleh dua nakhoda.
Jika saja setiap orang memahami batas-batas, hak serta wewenang masing-masing, kita dapat terhindar dari berbagai pertempuran yang tidak perlu.
Setuju?
Do to others as you would have them do to you.
Sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.
??YennyIndra??
TANGKI AIR & PIPA PVC
MPOIN PLUS & PIPAKU
PRODUK TERBAIK
PEDULI KESEHATAN