WHERE IS THE SAFE PLACE?
Bencana meletusnya Gunung Merapi masih terus mencekam hari-hari ini. Dugaan semula, setelah meletusnya Gunung Merapi yang pertama dimana Mbah Marijan ikut menjadi korban selesai, maka bencana selesai. Di luar dugaan, masih ada letusan-letusan berikutnya yang bahkan lebih besar. Pabrik dan gudang kami di jalan Kaliurang-Jogja berada dalam ring 20 km dari Gunung Merapi, termasuk kawasan tidak aman yang ditutup oleh pemerintah. Apa boleh buat? Adik saya sempat bertanya apakah kami sudah mengamankan barang-barang disana. Namun seperti biasanya, bencana selalu terlambat diantisipasi, jadi kami hanya bisa mengamankan sebagian kecil saja. Selebihnya pasrah kepada Tuhan saja.
Pada tahun 1998, kami tinggal di Solo saat kerusuhan terjadi. Saat itu kami juga mengungsi ke Tawangmangu. Suasana kacau balau. Pembakaran rumah, mobil dan penjarahan terjadi di mana-mana. Menurut para saksi mata, ada orang yang naik sepeda motor memimpin massa. Jika sang pemimpin mengacungkan tongkatnya menunjuk ke suatu lokasi, maka segera lokasi itu dibakar. Pengalaman yang sungguh-sungguh traumatis. Setelah peristiwa itu, Solo sempat menjadi kota mati selama beberapa waktu. Mencari bahan makanan atau pasta gigi saja sulit.
Pada saat itu, orang-orang Solo yang kaya banyak yang memilih pindah ke luar negeri. Ada yang memilih pindah ke Singapura, Australia, New Zealand, Hong Kong dan sebagainya. Sedangkan yang kelas menengah memilih pindah ke Bali. Harga ruko di Bali langsung melonjak tinggi karena banyaknya permintaan. Jogja termasuk kota yang dianggap aman meskipun berdekatan dengan kota Solo, hingga ada sebagian yang memilih pindah ke jogja.
Namun dengan berjalannya waktu, terbukti kemudian terjadinya Bom Bali 1 dan 2 yang mematahkan anggapan Bali sebagai tempat yang aman. Saat itu teman-teman di Jogja tetap bangga dengan amannya kota Jogja. Apalagi dengan adanya Sri Sultan Hamengku Buwono yang sangat dihormati serta menjadi pemersatu disana. Namun kini kembali anggapan kota Jogja sebagai kota yang aman dipatahkan dengan adanya bencana Merapi yang sangat dahsyat. Pertanyaannya: di manakah tempat yang aman di dunia ini?
Teman-teman yang pindah ke luar negeri saat kerusuhan Solo, satu per satu kembali ke kota asalnya, Solo. Ada yang dalam bilangan hari, bulan, tahun namun ada sedikit pula yang hingga kini tetap bertahan di luar negeri. Ternyata tidak mudah untuk menyesuaikan diri hidup di negeri orang. Sebagian terkendala bahasa yang kurang lancar, sebagian lagi karena mereka terbiasa punya pembantu sementara di sana semua harus dikerjakan sendiri. Namun yang paling banyak karena perbedaan budaya, cuaca dan tidak mudahnya merintis bisnis atau mencari pekerjaan terutama bagi orang-orang yang sudah berada di usia pertengahan. Yang pindah ke Bali pun tidak sedikit yang akhirnya pulang kampung.
Akhirnya kami semua belajar bahwa sesungguhnya tidak ada tempat yang aman di dunia ini. Tempat yang aman hanya ketika kita hidup di dalam Tuhan. Saat kerusuhan Solo, ada yang mengalami rumahnya dibakar, dijarah tetapi ada juga yang diluputkan. Apakah yang diluputkan itu lebih rohani atau orang yang lebih baik dibandingkan dengan yang dijarah? Tidak juga! Semua wewenang sepenuhnya di tangan Allah.
Ada seorang pengusaha yang showroomnya dibakar beserta mobil-mobil di dalamnya. Tidak hanya di satu tempat namun nyaris semua showroomnya habis terbakar. Sejak saat itu dia dan seluruh keluarganya justru bertobat dan menjadi orang Kristen yang sungguh-sungguh. Dalam waktu singkat, dengan caraNya yang ajaib, Tuhan memulihkan bisnis mereka bahkan lebih besar dari sebelumnya. Kesetiaan dan kesaksian hidup mereka justru menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Ada pula teman lain yang tokonya hendak dibakar para perusuh. Teman ini mengungsi di tempat lain dan berdoa bersama. Dia berkata, ”Harta kekayaanku terbesar adalah keluargaku. Harta bisa dicari, asalkan semua keluargaku tetap aman biarlah terjadi sesuai kehendak Tuhan.” Sungguh ajaib, saat para perusuh hendak membakar tokonya, ternyata berkali-kali api yang sudah menyala tiba-tiba mati. Akhirnya para perusuh itu pergi dan berkomentar bahwa toko itu ada ‘penunggunya’.
Banyak pula mujijat lain yang terjadi saat itu. Justru dengan adanya kerusuhan, maka terjadi pertobatan besar-besaran di kota Solo. Dalam hidup ini tidak ada yang pasti. Hanya Tuhan Yesus yang pasti. Kerusuhan ini menyadarkan bahwa setiap kita membutuhkan Tuhan. Pengalaman kami diluputkan dari kerusuhan Solo mengajarkan bahwa tempat yang aman hanyalah di dalam Tuhan. Tuhan berdaulat! Apapun yang terjadi asalkan kita bersama Tuhan maka akhir dari semuanya pasti baik. Ada hal-hal yang kita tidak bisa memilih. Bencana, kecelakaan, kerusuhan, bom… semua tidak kita inginkan namun mereka selalu datang tanpa meminta ijin. Sama seperti bencana Merapi yang menimpa saat ini.
Saya menulis artikel ini di hari minggu, sementara berita di mana-mana mengatakan kemungkinan terjadi letusan Merapi terbesar pada hari senin besok. Padahal letusan Merapi jumat dini hari lalu sudah ditulis di Jawapos sebagai letusan gunung berapi terbesar di dunia selama 100 tahun terakhir. Bagaimana pula letusan yang lebih besar dari itu? Toh kita tidak dapat berbuat apa-apa! Bagian kita hanya menerima dengan ikhlas dan berdoa serta beriman bahwa Tuhan tetap pegang kendali di balik semua keadaan. RancanganNya yang terbaik, itulah iman kita. Semua yang terjadi menyadarkan kita, betapa kecilnya manusia itu. Ini merupakan tanda-tanda akhir jaman. Biarlah semua ini mendorong kita menjalani hidup kita dengan lebih sungguh-sungguh dalam mengiring Tuhan! Waktu Tuhan untuk datang ke dua kalinya sudah dekat. Sudah siapkah kita????
Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah,
sia-sialah usaha orang yang membangunnya;
jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota,
sia-sialah pengawal berjaga-jaga.
Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam,
dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah—
sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.
Mazmur 127:1-2