Category : Christianity

Articles, Christianity

“Jangan Melihat Ke Belakang!”

“Jangan Melihat Ke Belakang!”

Pernahkah kita merasa telah melewatkan Tuhan dan kehilangan kemungkinan untuk memiliki hidup yang berkelimpahan?
Terlepas dari kegagalan itu, Tuhan memiliki tujuan untuk hidup kita. Mungkin saja memang kehilangan waktu karena satu atau lain hal, tetapi kita tidak akan pernah kehilangan tujuan yang diberikan Tuhan.

Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya.
Roma 11:29 (TB)

Panggilan Tuhan atas hidup kita tetap tidak berubah. Dia selalu siap untuk melanjutkannya, ketika kita memilih untuk berjalan bersama-Nya. Tujuan Tuhan dalam hidup kita adalah untuk memberkati kita dan membuat kita menjadi berkat bagi orang lain. Anugerah itu tersedia untuk kita sekarang, terlepas dari apa pun masa lalu kita.

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.
Yeremia 29:11 (TB)

Kita ini unik dan spesial di dalam Kerajaan Allah. Anggota Tubuh Kristus yang berharga. Ada bakat-bakat di dalam diri kita, yang dibutuhkan orang lain. Merupakan kerinduan hati Tuhan untuk memberikan kepada kita hari depan yang penuh harapan.
Dengan kata lain, Tuhan melihat jalan kita sudah selesai, meskipun ada kesalahan atau kegagalan yang kita lakukan di sepanjang perjalanan. Dia tidak melihat saat-sat kita gagal. Dia melihat bagian akhirnya sejak awal. Kita juga perlu melihat melampaui masa lalu jika ingin menikmati tujuan Tuhan dalam hidup kita.

…. tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku.
Filipi 3:13 (TB)

Terlepas dari masa lalu Paulus yang menyebarkan ketakutan terhadap orang Kristen, dia memilih untuk melupakan masa lalu dan melihat masa depan yang Tuhan rancangkan dalam hidupnya. Kita tidak bisa hidup di masa lalu sambil meraih masa depan! Tujuan Tuhan untuk kita tidak berubah. Anugerah Tuhan menarik kita untuk menerima kasih-Nya dan berjalan di dalam rancangan-Nya.

Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
Roma 8:28 (TB)

Berjalan menggenapi tujuan hidup kita, menjamin bahwa Tuhan akan membuat keadaan hidup kita selaras untuk kebaikan kita, bukan kehancurannya. Jangan memandang ke belakang. Pandanglah anugerah Tuhan untuk masa depan kita.

[Repost ; “Don’t Look Back!”, – Barry Bennett, diterjemahkan oleh Yenny Indra].

Read More
Articles, Christianity

“Iman Yang Besar!”

“Iman Yang Besar!”

Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.” Dan seketika itu juga anaknya sembuh.”
Matius 15:28 (TB)

Kata ‘besar’ adalah kata Yunani ‘megas’ dari kata itu, kita mendapatkan kata ‘mega.’
Megas berarti sangat megah, tinggi, besar, nyaring dan perkasa.

Yesus memberitahu wanita non-Yahudi yang sedang mencari kesembuhan untuk putrinya; “Besar imanmu – sangat besar dan kuat – jadilah kepadamu seperti yang kamu kehendaki!”

Tahukah kita bahwa kita dapat memiliki apa pun yang Tuhan janjikan? Jika persekutuan dengan Dia di dalam Firman dapat mengandung janji-Nya di dalam hati kita, maka kita dapat memilikinya.
Kita diperlengkapi dengan ukuran iman yang cukup agar mencapai jauh lebih banyak daripada yang dapat kita minta atau pikirkan.

Dengarkan bagaimana Yesus mengatakannya:
“Yesus menjawab mereka: Percayalah kepada Allah!
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! Asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya.”
Markus 11:22-23 (TB)

Dia akan mendapatkan apapun yang dia katakan!
Jika wanita kafir dapat memiliki iman yang besar padahal dia bukanlah bagian dari perjanjian Israel, betapa lebih besar lagi anak-anak-Nya, dapat memiliki iman yang besar untuk percaya dan menerima semua yang telah tersedia di dalam hati Tuhan?

“Janganlah takut, hai kamu kawanan kecil! Karena Bapamu telah berkenan memberikan kamu Kerajaan itu.”
Lukas 12:32 (TB)

Hanya dibutuhkan satu kata dari Tuhan untuk mendorong iman kita dari benih menjadi kekuatan yang sangat kuat. Biarkan iman kita bertumbuh dari iman kecil [mini] menjadi iman berukuran besar [mega]! Luangkan waktu bersama Bapa dalam Firman-Nya, minta Dia menunjukkan hati-Nya untuk kita.

“Kami wajib selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara. Dan memang patutlah demikian, karena imanmu makin bertambah …..”
2 Tesalonika 1:3 (TB)

[Repost ; “Mega Faith”, – Barry Bennett, diterjemahkan oleh Yenny Indra].

Read More
Articles, Christianity

“Mana yang diutamakan? Tuhan atau Keluarga?”

“Mana yang diutamakan? Tuhan atau Keluarga?”

Saya mendengar beberapa orang mencoba memprioritaskan hubungan kita dengan Tuhan, keluarga dan pelayanan dengan cara yang berbeda.
Beberapa orang berkata, “Tuhan dulu, lalu keluarga, baru pelayanan.”
Bahkan saya pernah mendengar orang lain berkata, “Tuhan dulu, lalu pelayanan, baru keluarga.”
Tentu saja, mereka yang lebih mengutamakan pelayanan daripada keluarga, biasanya sedang mencari alasan untuk mengabaikan keluarga mereka dan itu jelas terlihat.

Apa yang paling penting di hati Tuhan?

TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.”
Kejadian 2:18 (TB)

Tuhan menyadari bahwa hubungan Adam dengan-Nya tidaklah cukup. Untuk mencapai tujuan-Nya di bumi, pria membutuhkan seorang istri.

Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Kejadian 2:24 (TB)

Tuhan mendirikan pernikahan dan keluarga terlebih dahulu. Keduanya merupakan lembaga yang diciptakan Tuhan pertama kali.

Paulus membicarakan tentang persatuan antara seorang pria dan istrinya juga.

“Karena kita adalah anggota tubuh-Nya.
Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.”
Efesus 5:30-32 (TB)

Persatuan suami dan istri adalah misteri yang mengungkapkan hubungan Kristus dan gereja-Nya!
Apa yang bisa lebih penting dari itu?

Intinya begini: Mendahulukan keluarga ADALAH mendahulukan Tuhan. Pilihannya bukan antara Tuhan atau keluarga.
Memilih keluarga adalah memilih apa yang Tuhan pilih.
Memilih keluarga berarti memilih Tuhan.
Pernikahan dan keluarga ditetapkan oleh Tuhan untuk mengungkapkan hubungan antara Kristus dan gereja. Itu adalah hubungan perjanjian kasih, pemberian, pengorbanan, berkat dan pengampunan. Mengabaikan pernikahan dan keluarga untuk “melayani Tuhan” adalah pernyataan yang tidak masuk akal. Ketika kita mengabaikan keluarga, sesungguhnya kita sedang mengabaikan Tuhan.

Pertimbangkan peringatan dari Paulus:
“Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman.”
“1 Timotius 5:8 (TB)

Para pria, jika kita sedang mencari pelayanan, sementara itu kita menghormati pengantin wanita kita (istri kita), Tuhan akan lebih mempercayakan Mempelai-Nya (jemaat-Nya) kepada kita.

[Repost ; “Which is first? God or Family?”, – Barry Bennett, diterjemahkan oleh Yenny Indra].

Read More
Articles, Christianity

“Kepuasan atau Kepasrahan?”

“Kepuasan atau Kepasrahan?”

“Saya telah belajar dalam keadaan apa pun, untuk menjadi puas.” (Filipi 4:11 KJV)

Jangan bingung antara kepuasan dengan berpuas diri.
Tuhan tidak menginvestasikan Anak-Nya, Roh-Nya, Firman-Nya, penyediaan-Nya, otoritas-Nya, iman-Nya, perlengkapan senjata-Nya, dan kunci-kunci kerajaan-Nya ke dalam diri kita supaya dapat menjalani kehidupan pasrah secara pasif [Que-sera-sera].

Kepuasan sejati adalah kedamaian di tengah situasi apa pun, tetapi bukan penerimaan pasif atas setiap situasi. Kepuasan tercipta karena menyadari kuasa Kristus yang ada di dalam diri kita untuk mengatasi setiap pencobaan dan memenuhi tujuan Tuhan dalam hidup kita dengan penuh sukacita.

Beberapa orang Kristen menyerah secara pasif, menerima kemiskinan sebagai kehendak Tuhan dan mengatakan pada diri mereka sendiri bahwa fatalisme (paham bahwa hidup manusia dikuasai nasib yang tidak bisa diubah) yang mereka anut adalah sebuah kebajikan. Yang lain belajar menyesuaikan diri dengan penyakit, kesedihan, dan depresi.

Bagi mereka yang hidup oleh iman memahami, Tuhan ingin melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita,
Efesus 3:20 (TB).
Dengan iman dan kesabaran kita mewarisi janji Tuhan, bukan dengan fatalisme dan kepasrahan.

Paulus tahu bagaimana berkekurangan dan berkelimpahan (Filipi 4:12). Namun, saat-saat berkekurangan, Paulus tidak menyerah pada nasib dan putus asa. Dalam beberapa ayat sebelumnya Paulus menulis, hendaknya kita selalu bersukacita di dalam Tuhan, dan kemudian diikuti dengan mengatakan,
“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.
Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.”
Filipi 4:6-7 (TB)

Tanggapan Paulus pada saat dalam kebutuhan, adalah pergi kepada Tuhan dengan doa dan ucapan syukur.
“Kepuasannya” adalah “tidak kuatir tentang apa pun.”
Dia tidak “tidak melakukan sesuatu”.
Imannya melihat penyediaan yang akan datang.

Itulah sebabnya Paulus bersukacita atas pemberian orang Filipi, sehingga pengorbanannya menginspirasi Paulus untuk berkata,
“Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus.”
Filipi 4:19 (TB)

Kepuasan sejati mengucap syukur untuk tuaian yang akan datang, bukannya menyerah.

[Repost ; “Contentment or Resignation?”, – Barry Bennett, diterjemahkan oleh Yenny Indra].

Read More
Articles, Christianity

“Apakah kita hidup dari jiwa atau dari roh kita?”

“Apakah kita hidup dari jiwa atau dari roh kita?”

Kebanyakan dari kita begitu terbiasa hidup dari jiwa, sehingga ketika kita lahir baru, kita benar-benar tidak berubah. Kita tetap hidup dari jiwa, meski pun menggunakan kosakata rohani. Perasaan dan emosi terus menerus mendominasi, kemudian bertanya-tanya mengapa kita tidak melihat janji Tuhan terjadi dalam hidup kita.

Bagaimana kita tahu apakah kita hidup dari jiwa kita?

1. Kita dimotivasi oleh perasaan.
Perasaan sedih, marah, kepahitan, takut, depresi, penuh kedukaan, dll., adalah sesuatu yang normal, bahkan diharapkan.
Kita mengevaluasi hari-hari kita berdasarkan berbagai perasaan. Berdoa atau membaca Firman hanya saat kita menginginkannya. Kita mudah lelah.

2. Kehidupan doa Anda (jika Anda berdoa) dimotivasi oleh emosi.
Anda hanya berdoa karena ketakutan, kesedihan, simpati atau kesedihan. Doa didasarkan pada reaksi emosional, bukannya visi rohani.

3. Kita mengizinkan panca indra kita mengevaluasi pertumbuhan rohani dan berkat Tuhan.
Hanya mempercayai apa yang kita lihat dan rasakan. Membiarkan tubuh kita memberi tahu apakah kita sembuh atau tidak. Firman Tuhan bukanlah otoritas terakhir. Iman bergantung pada apa yang terlihat, bukan pada yang tak terlihat.

Hidup dari Roh adalah dimensi kehidupan yang berbeda.

1. Kita dimotivasi oleh Firman.
Percaya pada apa yang tertulis, melebihi apa yang kita rasakan.
Memilih bersyukur, gembira dan positif.
Mengevaluasi hari kita berdasarkan benih-benih yang telah kita taburkan kepada orang lain. Bahkan kita mempersembahkan korban pujian jika perlu. Menolak membiarkan emosi mengalihkan perhatian kita dari Kebenaran.

2. Kehidupan doa kita dimotivasi oleh visi kemenangan, janji Tuhan dan kasih.
Mengijinkan Tuhan menunjukkan kemenangan sebelum kita berdoa.
Doa artinya bekerja sama dengan kehendak Tuhan, tidak mengemis dan mengeluh, tidak takut berharap.
Memilih untuk berdiri teguh di atas kebenaran Firman dan mengabaikan laporan negatif.
Pewahyuan lebih penting daripada informasi.

3. Kita mengharapkan agar Firman Tuhanlah yang mengatur jalan hidup kita.
Mengevaluasi hidup berdasarkan visi tentang janji dan berkat Tuhan yang bekerja untuk kita. Memiliki pandangan positif berdasarkan Firman Tuhan, bukan berdasarkan emosi dan keadaan sementara.
Sadar, bahwa kita lebih dari pemenang dan hidup berkelimpahan adalah milik kita karena iman.

Hidup dari Roh tersedia untuk semua orang. Apakah kita memilihnya?

[Repost ; “Are you living from your soul or from your spirit?”, – Barry Bennett, diterjemahkan oleh Yenny Indra].

Read More
1 17 18 19 20 21 37