PERSEPSI
.
Kita semua tahu bahwa faktor terpenting dalam membina hubungan adalah komunikasi yang baik. Tetapi tidak kalah pentingnya adalah kemampuan kita untuk membangun persepsi yang benar pada kejadian atau persoalan yang kita hadapi.
.
Menurut Leavit (dalam Sobur, 2003:445) sehubungan dengan kamus psikologi, persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas persepsi adalah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.
Artinya cara kita mengartikan masalah yang terjadi, akan menentukan seberapa baiknya kita menyelesaikannya. Jika kita mengartikannya secara salah maka akan besar kemungkinannya permasalahan tidak selesai namun justru bertambah rumit. Bukankah ini yang sering terjadi di sekitar kita?
.
Andi dan Nina adalah pasangan suami istri sahabat keluarga kami. Andi seringkali curhat dengan saya tentang masalah hubungannya dengan Nina. Demikian pula sebaliknya. Setelah saya amati lebih mendalam, permasalahannya karena mereka berdua melihat permasalahan dari sisi pandang yang berbeda, dari sisi masing-masing. Ibarat kita melihat seekor gajah, jika kita lihat dari samping maka kita akan melihat bagaikan sebuah tabung yang besar. Tetapi jika kita lihat dari depan mungkin kita akan terpaku dengan melihat belalainya yang seperti pipa panjang. Lalu bagaimana solusinya?
.
Hendaknya Andi dan Nina mencoba memahami sisi pandang pasangannya dan tidak melihat dari sisi pandangnya sendiri. Istilah yang lazim digunakan, berjalan di sepatu pasangannya, keluar dari kepentingan pribadi lalu menempatkan diri pada posisi pasangannya sehingga bisa memahami apa yang dipikirkan, dirasakan dan pertimbangan-pertimbangannya. Langkah selanjutnya adalah berusaha berbicara dengan bahasa yang sama dan menyelesaikan masalah dengan patokan standar yang disepakati bersama. Dengan cara demikian barulah bisa dicari solusi yang bisa dipahami oleh ke dua belah pihak. Dengan rumusan yang sama berlaku untuk hubungan pertemanan, bisnis mau pun hubungan-hubungan lainnya. Bukankah sesungguhnya hakikat semua hubungan itu sama?
.
Pada beberapa kesempatan Andi dan Nina menceritakan kepada saya tentang peristiwa yang mereka alami namun apa yang mereka ceritakan berbeda. Apakah ada yang berbohong di antara mereka? Tidak! Itu karena masing-masing menceritakan sesuai persepsi mereka. Sama halnya dengan lima orang yang duduk berdampingan lalu mendengarkan kotbah yang sama, setelah selesai kemudian kita tanyakan apa yang mereka dapatkan? Ternyata berbeda satu dengan yang lain penekanannya karena masing-masing menangkap sesuai kebutuhan pribadi dan persepsi mereka. Karena itulah penting untuk belajar memahami sesuai apa yang orang lain rasakan dan harapkan.
.
Dalam membangun sebuah hubungan tidaklah penting untuk memperdebatkan siapa yang benar mau pun siapa yang salah. Perasaan tidak ada yang benar atau salah. Itu sangat personal. Targetnya adalah bisa menemukan alternatif ke tiga yang lebih dari sekedar win-win solution. Karena win-win solution artinya ke dua belah pihak berkompromi, berusaha menurunkan ekspektasi dan kepentingannya, demi memperoleh kesepakatan. Namun alternatif ke tiga adalah mencari solusi kreatif yang tidak saja memenuhi ekspektasi ke dua belah pihak namun menghasilkan solusi yang lebih baik bagi keduanya.
.
Salah satu konsep kunci untuk memperoleh alternatif ke tiga seperti yang diajarkan oleh Steven R. Covey adalah ‘HATI “. Sampai kita memahami hati orang-orang, bukan hanya pikiran dan ideologi mereka, tidak ada yang bisa terjadi. Itulah mengapa sangat penting untuk menciptakan peluang bagi orang untuk mendengarkan satu sama lain dengan hati, pikiran, dan jiwa.
Mendengarkan dengan sepenuh hati artinya, “Apa yang penting bagimu, penting bagi saya.” Beberapa orang tidak mengharapkan nasehat. Mereka hanya perlu didengarkan oleh orang yang mengasihi dan peduli padanya. Mendengarkan dengan hati adalah kerja keras. Kita perlu keluar dari diri sendiri dan menempatkan diri pada posisi orang yang berbicara.
.
Orang bijak berkata, “Jika kita ingin memperbaiki pernikahan, lihatlah cermin”. Karena sesungguhnya kita tidak pernah dapat mengubah orang lain. Ubahlah diri sendiri. Mudah saja untuk menyalahkan orang lain, menuntut atau membebankan tanggung jawab kepada pasangan kita. Namun jika kita benar-benar ingin memperbaiki pernikahan maka kita harus memulai dengan bertanya, “Apa yang bisa saya lakukan untuk menjadikan pernikahan ini lebih baik?” Cinta bukan sekedar perasaan pada seseorang, melainkan bersedia melihat pasangan kita sebagaimana adanya sesuai haknya menjadi pribadi yang unik. Mendengarkan dengan hati membuat kita mampu memahami pasangan kita sehingga mempengaruhi sikap dan respon kita dalam semua hal.
.
Kebanyakan kita memasuki pernikahan dengan gambaran keluarga seperti yang kita inginkan dan memenuhi harapan keluarga kita. Inilah yang selalu menimbulkan masalah. Jika kita mengasihi pasangan kita, maka seharusnya kita melihatnya sebagai pribadi yang utuh, menyadari perbedaan-perbedaannya lalu berusaha saling memahami dan mengatasi perbedaan itu.
Mengatasi perbedaan bukan dengan memaksanya berubah melainkan dengan lebih mengasihi dan memahaminya. Orang yang merasa dikasihi pasangannya sepenuhnya, dia akan dengan sendirinya ingin membahagiakan pasangannya, pada akhirnya dia akan berubah menyesuaikan diri. Prinsipnya adalah beri maka kamu akan diberi. Perubahan dan pemahaman yang terus menerus dibangun berdasarkan kemauan sendiri akan membentuk ikatan hubungan pernikahan yang kuat dan saling membahagiakan.
.
Kebanyakan konflik dalam keluarga karena konflik identitas. Jika yang satu menyerang harga diri pasangannya maka responnya adalah menyerang balik sebagai kompensasi kerentanan perasaannya. Jika ingin membangun pernikahan bahagia, Steven Covey menyarankan untuk memilih identitas kita, peran kita dan menjadi orang yang baik sehingga bisa menyebarkan energi positif agar dapat lebih memahami, berempati, konsisten dan menjadi orang yang penuh kasih. Pembagian posisi dan peran yang jelas akan mengurangi ribuan pertempuran yang tidak perlu. Ini akan menentukan keluarga seperti apa yang kita hasilkan kelak.
.
Steven R. Covey mengajarkan teknik “talking stick” yaitu tongkat yang diberikan kepada para peserta pertemuan secara bergantian. Selama seseorang memegang talking stick, maka dia diberi kesempatan untuk berbicara apa saja dan pihak lainnya hanya boleh mendengarkan. Pemegang talking stick bisa mencurahkan isi hati, keinginan dan apa pun yang dirasakannya tanpa pihak lain membantah atau menyela hingga proses curhat selesai. Jangan membela diri, menyalahkan dan pastikan setiap orang merasa dimengerti. Kita mendengarkan dengan sikap hati untuk memahami dan bukan menghakimi.
Lalu talking stick akan diberikan pada orang berikutnya. Demikian seterusnya hingga semua memperoleh kesempatan berbicara secara tuntas. Dengan cara demikian setiap orang memperoleh pemahaman tentang apa yang dirasakan dan dipikirkan pihak lainnya.
Psikolog terkenal Carl Rogers berkata, “Hampir selalu, ketika seseorang merasa didengar secara mendalam, matanya menjadi basah. Saya pikir ia menangis karena gembira. Seolah-olah ia berkata, ‘Terima kasih Tuhan, akhirnya seseorang mendengarkan saya dan tahu bagaimana rasanya menjadi diriku. ‘”
Berdasarkan pemahaman ini mereka bisa mengkaji pilihan solusi yang ada. Biasanya solusi kreatif alternatif ketiga akan tercipta karenanya. Solusi yang baik untuk semuanya dan bisa menjawab apa yang dibutuhkan.
.
Andi dan Nina sepakat untuk mencari alternatif ketiga. Proses dimulai dengan memberikan kesempatan Nina mencurahkan isi hatinya. Nina dulu bekerja di sebuah perusahaan besar dengan karir yang bagus. Setelah menikah dia menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Nina rindu untuk kembali bekerja, berprestasi dan bisa bertemu dengan banyak orang tetapi dia menyadari anak-anaknya masih membutuhkannya. Nina memaksakan diri menjadi ibu yang kegiatannya hanya sekitar antar-jemput anak sekolah dan di rumah. Dia merasa frustrasi dan jenuh. Sedangkan Andi pengusaha yang sibuk dengan bisnis yang berkembang, sehingga dia kesulitan mengatur waktu antara bisnis dan keluarga. Saat tiba di rumah, Andi sudah kelelahan dan keinginannya hanya tidur atau memiliki waktu tenang sendirian. Kejenuhannya akan rumitnya berbagai masalah di pekerjaan membuat dia membutuhkan waktu tenang tanpa gangguan untuk istirahat, rileks dan berpikir, bahkan kadang bermain game. Hal ini diterjemahkan Nina sebagai ketidak-pedulian. Nina sudah seharian menanti Andi di rumah. Nina perlu teman untuk diajak berbicara dan berbagi. Bagi Andi, Nina selalu menuntut dan tidak bisa mengerti sulitnya berbisnis saat ini. Banyaknya pesaing menuntut bisnis yang lebih kreatif. Bagaimana bisa berpikir kreatif jika Nina terus menerus mengganggu? Inilah sumber konflik mereka. Persepsi yang salah tanpa pemahaman yang benar. Nina marah dan menyerang Andi, demikian pula sebaliknya. Lama kelamaan timbul jarak dan mereka saling terpisah satu dengan lainnya. Hubungan pun kian merenggang.
.
Setelah keduanya saling mendengarkan curhat masing-masing, Andi dan Nina menyadari sesungguhnya mereka saling mencintai dan membutuhkan. Selama ini mereka berjalan sendiri-sendiri dengan beban masing-masing. Akhirnya, mereka sepakat bahwa Nina akan ikut ambil bagian dalam perusahaan Andi dengan pekerjaan yang tidak terlalu menuntut waktu sehingga Nina tetap bisa mengawasi keluarga. Mereka memakai sopir untuk antar-jemput anak-anak. Mereka berdua bisa makan siang berdua sehingga komunikasi dan hubungan pun berangsur-angsur pulih kembali. Jika ada waktu luang, mereka berdua menyempatkan diri menjemput anak-anak dari sekolah. Alternatif ke tiga pun tercipta.
.
Pembelajaran adalah sesuatu yang harus dilakukan seumur hidup. Ketika kita tahu yang lebih baik seiring dengan pengetahuan kita, maka kita pun bisa menjalani kehidupan ini dengan lebih baik. Dan pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas keluarga, pekerjaan, dan lingkungan kita menjadi lebih baik. Tanpa disadari kita telah menjadi terang dan garam sesuai perintah Tuhan.
Mari kita terus belajar!
.
OLEH: YENNYINDRA
.
Bibliografi:
– Arti kata PERSEPSI:
http://chatifanaima.blogspot.com/2011/11/pengertian-persepsi.html (18 Mei 2014)
– http://www.huffingtonpost.com/stephen-r-covey/happy-holidays-dealing-wi_b_1144429.html (18 Mei 2014)
– The Third Alternative book – Steven R. Covey
Photos:
– http://www.infusefive.com/2013/04/17/perception-is-reality-marketing/
– Visual perception Pictures, Visual perception Image, Medical Photo …
– Your perception of the world around you is – Peter Ralston, Laura …
– Google Circle Names You Should Not Use