Tuhan berbicara kepada saya baru-baru ini: “Kamu mungkin menghabiskan waktu di dalam Firman, tetapi apakah Firman masuk ke dalam dirimu?” Yesus berkata, “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” Yohanes 15:7 (TB).
Anda dapat mengetahui apakah Firman ada di dalam Anda, jika Anda menghargai Firman itu di atas segalanya, merenungkannya siang dan malam, tidak membiarkan diri Anda terganggu oleh kekhawatiran dunia, maka pada saat itulah firman menjadi kesehatan bagi tubuh (daging) Anda.
Firman Tuhan adalah Roh dan hidup (Yohanes 6:63). Ketika Firman tinggal di dalam kita, maka ada terang, pengertian, iman, dan kesembuhan. Inilah sifat Firman yang menyembuhkan dan membebaskan.
“Disampaikan-Nya firman-Nya dan disembuhkan-Nya mereka, diluputkan-Nya mereka dari liang kubur. Mazmur 107:20 (TB).
Firman itu harus tinggal di dalam hati Anda. Persetujuan secara mental, di dalam pikiran saja, tidaklah cukup.
Ketika kita hanya membaca Firman sekedar sebagai kewajiban, sebagai formula, atau untuk mengisi kepala saja, maka kita kehilangan kehidupan yang tersedia. Ketika Firman tinggal di dalam Anda, maka Anda memiliki kedamaian dan sukacita. Anda menunjukkan kebaikan dan pengampunan. Dan itulah obat bagi tubuh (dagingmu).
“Hai anakku, perhatikanlah perkataanku, arahkanlah telingamu kepada ucapanku; janganlah semuanya itu menjauh dari matamu, simpanlah itu di lubuk hatimu. Karena itulah yang menjadi kehidupan bagi mereka yang mendapatkannya dan kesembuhan bagi seluruh tubuh mereka.” Amsal 4:20?-?22 (TB).
“Aku gembira atas janji-Mu, seperti orang yang mendapat banyak jarahan.” Mazmur 119:162 (TB).
Apakah Firman-Nya tinggal di dalam Anda? Ketika Firman adalah gairah Anda, maka hidup Anda akan mencerminkan hidup-Nya.
[Repost ; “Health to Your Flesh”. – Barry Bennett, Penerjemah Yenny Indra].
YennyIndra TANGKI AIR ANTI VIRUS & PIPA PVC MPOIN PLUS & PIPAKU PRODUK TERBAIK PEDULI KESEHATAN
Ketika Tuhan menarik perhatian saya pada sebuah buku yang pernah saya baca sekitar 25 tahun lalu, ditambah pula dengan buku lain dari penulis yang berbeda, saya paham, Tuhan sedang mengarahkan saya pada jalur hidup yang baru.
Allah ingin menjadi Allah atas setiap aspek hidup kita. 25 tahun lalu, saya hanya bersedia menyerahkan kepada Allah, aspek hidup yang saya rasa aman. Aspek sisanya, saya mau mengendalikannya menurut cara saya sendiri. Saya menjadi allah di sana. Saat itu rasanya wajar, teman-teman juga begitu koq…
Ternyata begitu banyak jatuh bangun selama 25 tahun, berusaha mengatur kehidupan saya sendiri. Hingga tiba pada pemahaman, ternyata seharusnya saya mempersembahkan seluruh aspek hidup saya kepada Tuhan dan membiarkan Allah menjadi Boss yang sebenarnya. Saya mengikuti rancangan-Nya, menyesuaikan diri, dan hidup melekat kepada-Nya. Ibarat ranting yang menempel pada pokok anggur. Yang memberi makan ranting, ya dari akar pokok anggurnya. Jika ranting benar-benar menempel, maka ranting akan mengeluarkan buah anggur yang manis, yang bisa dinikmati oleh banyak orang. Itu buktinya!
Dulu ada kecemasan tersembunyi, kuatir kalau semua diserahkan Tuhan, lalu saya dibawa ke tempat yang tidak saya sukai, bagaimana?
Tetapi pengalaman hidup 25 tahun terakhir membuktikan, justru Tuhan memberikan jaaauuuuhhh lebih baik daripada apa yang bisa saya pikirkan. Mimpi saja gak berani, ternyata sampai juga ke sana… Mimpi Tuhan buat saya ya mimpi seukuran Allah… Bukan seukuran mimpi saya. So sweet…
Semakin lama ikut Tuhan, semakin sadar, pokoknya kalau Tuhan ngomong sesuatu, percaya saja…. Tuhan mengasihi saya, lebih daripada saya dapat mengasihi diri sendiri… Apa yang Tuhan minta dari kita, semua demi kebaikan kita. Tuhan ingin membawa kita kembali pada kualitas seperti Adam & Hawa sebelum jatuh dalam dosa, di Taman Eden. Semua Tuhan yang mencukupi, mereka bekerja karena bekerja itu memang menyenangkan, bukan terpaksa. Keren bukan?
Dulu saya berpikir, menanti itu membosankan. Karena itu hobi saya, ‘membantu’ Tuhan menjawab doa-doa saya. Akibatnya, yang saya dapatkan bukan yang terbaik dari Tuhan. Tidak sedikit yang mengakibatkan stres, luka dan penyesalan.
Sekarang bertobat sungguh-sungguh. Ternyata saat menantikan Tuhan itu saat yang aktif. Ngapain saja? Saya belajar mengenal kehendak Tuhan, jalan-jalan-Nya lalu mengamati keadaan sekitar…. Di mana Tuhan sedang bekerja? Apa yang bisa saya lakukan untuk membantu pekerjaan Tuhan? Saya bisa bergabung di sana.
Apakah Tuhan sedang berbicara kepada saya melalui keadaan ini? Apa yang dikatakan Tuhan kepada saudara – saudara seiman lainnya? Tugas saya senantiasa selaras dengan tugas dan rencana Tuhan secara keseluruhan, jadi sayalah yang harus menyesuaikan diri.
Berdoa dan bertanya kepada Tuhan, meminta arahan-Nya. Semua ini butuh waktu, perenungan dan usaha. Menanti justru waktu yang sibuk. Tuhan tengah membentuk, melatih, memproses sehingga saya dapat dipakai menjadi alat-Nya secara efektif.
Beberapa hari lalu, ketika sedang sarapan setelah berolah raga, di samping meja kami ada tukang taman sedang menggergaji batang pohon besar. Suaranya memekakkan telinga dan tidak enak
“Itu karena gergajinya tumpul,” kata drg. Iwan, sahabat yang mengepalai kalau kami berolah raga, “Perhatikan hasil potongannya tidak rapi dan butuh tenaga besar untuk memotongnya. Berbeda jika gergajinya tajam. Enteng dan hasilnya rapi.”
Nach saat menanti, merupakan saat di mana gergaji sedang diasah. Begitu siap, gergaji kita akan bermanfaat dan memberikan hasil yang excellent.
Saat ini, dalam penantian, Tuhan mengarahkan saya untuk belajar. Pemahaman baru dibukakan. Tulisan lancar mengalir. Sungguh terpukau menyadari berbagai bahan yang terpencar dan sama sekali tidak berhubungan, disajikan Tuhan dan dituntun-Nya menjadi sebuah artikel. Ketika artikel selesai, saya sendiri terheran-heran, dan menyadari: Ini Tuhan yang merangkai, BUKAN saya. Artikel ini seukuran Tuhan, BUKAN seukuran YennyIndra.
Dan tidak ada yang lebih nikmat serta melegakan, selain menyadari bahwa saya tengah mengerjakan tugas-Nya, berada di tengah-tengah kehendak-Nya dan menggenapi rencana-Nya. Kehadiran Allah begitu nyata dan Dia berkenan terlibat dalam hal-hal kecil dalam kehidupan anak-anak-Nya. Asalkan kita mengizinkan.
Menanti sampai kapan? Ketika waktunya siap, Tuhan akan berinisiatif memberi tahu kita, apa yang harus kita lakukan. Jangan kuatir jika kita tidak mengerti. Dia Allah, dengan Cara-Nya Dia memastikan kita mengerti. Tidak mungkin gagal.
Allah senantiasa berkarya di dalam dunia dan di tempat kita berada. Bila Allah sudah siap untuk melibatkan kita dalam suatu tugas bersama Dia, Ia selalu berinisiatif datang kepada kita dan menyatakan apa yang sedang dikerjakan-Nya. Jika ini terjadi, itu merupakan undangan-Nya kepada kita agar bergabung dengan Dia.
Bergabung dengan Dia memerlukan penyesuaian besar-besaran dari kehidupan kita kepada kehidupan ala Allah. Setelah itu, untuk mengalami Dia yang sedang berkarya di dalam dan melalui kita, maka kita harus mematuhi Dia. Jika kita patuh, Ia akan mewujudkan pekerjaan-Nya melalui kita dan kita akan mengenal Dia melalui pengalaman. Wuiih…. Akhirnya…. Kenal Tuhan.
Kita percaya kepada-Nya lalu menyesuaikan hidup kita dengan pengalaman ini. Level iman kita naik satu tingkat. Pengalaman demi pengalaman ini akan membangun fondasi iman yang tak tergoyahkan serta hubungan yang lebih intim serta bermakna. Kita pun menjalani hidup dengan kacamata Allah, cara Allah. Berpikir, merasa dan berkata selaras dengan perkataan Allah.
Hidup kita menjadi demonstrasi kebaikan-kebaikan Tuhan, pencapaian-pencapaian kita seukuran Allah. Orang-orang di sekeliling kita pun ingin memiliki hidup yang kita alami. Nama Tuhan dipermuliakan. Kita menjadi Terang dan Garam. Dunia di sekeliling kita menjadi lebih baik karena kehadiran kita.
Mau? Praktik yuk…
“The truth is that God can do anything He pleases through an ordinary person who is fully dedicated to Him.”? Henry T. Blackaby.
“Kebenaran sesungguhnya, Tuhan dapat melakukan apa pun yang Dia kehendaki melalui orang biasa yang sepenuhnya mengabdi kepada-Nya.”? Henry T. Blackaby.
YennyIndra TANGKI AIR & PIPA PVC MPOIN PLUS & PIPAKU PRODUK TERBAIK PEDULI KESEHATAN
Tuhan menciptakan kita untuk menjalani hidup kita dengan fokus kepada-Nya. Tujuannya sejak awal supaya kita “sadar akan Tuhan,” bukan “sadar terhadap diri sendiri.” Sampai Adam dan Hawa memakan buah terlarang dari ‘Pohon Pengetahuan Baik dan Jahat’, – sebelumnya mereka begitu tidak sadar akan diri sendiri, sehingga mereka pun tidak menyadari ketelanjangan dirinya. Tetapi setelah ketidaktaatan terjadi, mereka menjadi sepenuhnya sadar akan diri mereka sendiri dan ingin bersembunyi dari Tuhan. Fokus mereka telah bergeser dari Tuhan kepada diri sendiri.
Kesadaran diri hanyalah cara lain mengatakan keterpusatan pada diri sendiri, dan terpusat pada diri sendiri itulah sebenarnya akar dari semua kesedihan. Orang berduka atau tidak bahagia karena banyak alasan. Tetapi, jika menganalisanya lebih dalam, mereka akan menemukan, penyebabnya selalu diakibatkan oleh diri mereka sendiri, yang tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. Jadi, jawaban untuk mengatasi kesedihan, ditemukan dengan cara bagaimana kita menghadapi diri sendiri.
Misalnya, masalah keuangan kerap datang akibat mencoba hidup di atas kemampuan, berusaha memenuhi keinginan egois kita. Bukannya menentang kemakmuran—saya tidak demikian. Tetapi penting memiliki perspektif yang benar. Jika Anda sedih atau tidak bahagia karena tidak memiliki rumah yang lebih besar, mobil yang lebih baru, atau televisi layar lebar, maka ada sesuatu yang salah. Keegoisan kitalah yang mengubah keinginan menjadi kebutuhan, kemudian kebutuhan itu menyebabkan terjadinya krisis pribadi.
Hati saya hancur melihat begitu banyak orang percaya yang dipenuhi Roh, bertindak sama egoisnya dengan dunia. Mereka mencoba memanfaatkan Tuhan untuk mendapatkan hal-hal yang tidak bisa mereka dapatkan di dunia, fokus pada ‘apa untungnya bagi mereka.’ Entah memang tidak pernah tahu atau justru lupa pada beberapa ayat terpenting dalam Alkitab tentang keuangan.
Matius 6:33 (TB), mengatakan, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.”
Tuhan telah berjanji akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita di dalam Dia, bahkan akan ditambahkan pula kepada kita sebagai hasil yang akan mengikuti karena kita mencari kerajaan-Nya terlebih dahulu. Sama sekali tidak perlu memusatkan perhatian demi mendapatkan sesuatu dari Tuhan, bagi hal-hal yang telah disediakan-Nya. Ketika kita melakukannya (hanya berfokus kepada tambahan, bukan pada penyediaan dari kerajaan-Nya), justru akan membawa kita kembali kepada pintu keterpusatan pada diri sendiri, alias keegoisan.
Termasuk juga dalam kasus kematian orang yang kita cintai. Sesungguhnya, kesedihan berakar pada kehilangan pribadi kita. Fokus kita pada situasi itu, berasal dari sudut pandang kita sendiri : “Bagaimana saya bisa bertahan tanpa dia?, Saya tidak akan pernah melihat dia lagi di bumi.” Kita dapat meyakinkan diri sendiri, kita memang berduka atas kematian orang-orang yang kita sayangi, tetapi sesungguhnya, semua itu berkaitan dengan bagaimana hal itu akan mempengaruhi diri kita sendiri. Jika orang yang meninggal sudah lahir baru dan sekarang bersama Yesus, seharusnya justru menjadi waktu untuk bersukacita. Mari kita bayangkan suasana pemakaman orang percaya.. Jika kita berfokus pada bagaimana orang itu bersama Yesus dan apa yang dialaminya, – bukannya memikirkan pikiran egois kita sendiri, – apa yang hilang dari kita-, maka alih-alih berduka, alangkah menyenangkan saat bersyukur dan memuji!
Sumber kesedihan besar lainnya adalah kesedihan yang Anda alami dalam hubungan Anda dengan orang lain. Mengapa? Karena ketika Anda berfokus pada diri sendiri, jadi mudah tersinggung. Jika Anda mengalami kepahitan, sakit hati, atau kemarahan dalam hubungan baik dengan atasan, teman, atau seperti yang paling sering terjadi, dengan seseorang dalam keluarga Anda sendiri, Firman Tuhan tidak memberi Anda ruang untuk salah memahami alasannya.
Amsal 13:10 (KJV), membaca, “Hanya dengan kesombongan muncul pertengkaran.”
Ayat ini menjelaskan bahwa kesombongan adalah sumber dari segala perselisihan. Saya tahu, banyak orang tidak ingin mendengarnya, tetapi bukan keadaan atau kepribadian yang terlibat dalam situasi ini, yang menyebabkan mereka bersedih—itu karena harga diri mereka. Kesombongan bukanlah penyebab utama pertengkaran; itu satu-satunya penyebabnya.
Namun, kesombongan itu seperti tongkat—memiliki dua ujung. Sebagian besar dapat dengan jelas melihat bagian akhir yang mewakili arogansi dan keangkuhan, tetapi mereka gagal melihat ujung yang lain, penyebabnya karena harga diri yang rendah, kerendahan hati yang palsu, sifat takut-takut, atau rasa malu.
Orang yang menganggap diri mereka kurang percaya diri atau pemalu, sebenarnya dipenuhi dengan kesombongan. Harga diri yang rendah, menyebabkan pemikiran dominan mereka terpusat pada diri sendiri. Sebegitu fokusnya mereka pada apa yang mungkin dipikirkan oleh orang lain, jika mereka mengatakan atau melakukan sesuatu yang salah. Untuk melindungi diri, mereka menjadi rendah diri dan pemalu, hingga menyebabkan diri mereka mengalami banyak kesedihan. Jika mereka diminta untuk memberikan kesaksian atau menumpangkan tangan pada seseorang untuk didoakan, kesombongan mereka akan mencegahnya. Mereka tidak akan mengambil risiko, kemungkinan DIRI mereka bisa dikritik.
Mereka yang memiliki kerendahan hati palsu sebaliknya percaya, merendahkan diri sama dengan kerendahan hati, dan meninggikan diri merupakan kesombongan. Tetapi itu juga salah.
Dalam Yakobus 4:10 (TB,) dikatakan, “Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu.”
Apa yang terjadi ketika Anda merendahkan diri (dengan pemahaman yang benar tentang kerendahan hati yang sejati), dan Tuhan mulai meninggikan Anda? Orang yang benar-benar rendah hati akan membiarkan Dia meninggikan mereka, tetapi orang yang sombong tidak. Mereka terlalu peduli pada apa yang orang lain pikirkan, dan mencoba menangkisnya dengan cara merendahkan diri mereka sendiri. Itu sekedar bentuk lain dari kesombongan.
2 Timotius 2:11 (TB), mengatakan, “Benarlah perkataan ini: ”Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia;”
Dan dalam Galatia 2:20 (TB), kita membaca, “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.”
Ayat-ayat Alkitab ini mengajarkan bahwa kita seharusnya mati terhadap diri sendiri dan hidup di dalam Kristus. Jika benar-benar kita telah mati terhadap diri sendiri, kita tidak mungkin tersinggung (baperan). Orang ‘mati’ tidak merasakan apa-apa. Mereka bisa ditendang, dihina, atau bahkan dibohongi, dan mereka tidak peduli. Alasan kita begitu mudah terluka atau tersinggung, karena kita masih hidup untuk diri sendiri dan penuh dengan kesombongan.
Namun, jika kita fokus pada mati terhadap diri sendiri dan hidup di dalam Kristus, (dengan kemampuan kita sendiri) kemungkinan kita akan gagal. Dulu, dalam doa setiap pagi, saya berusaha memotivasi diri sendiri, sambil mencoba fokus mati terhadap diri sendiri sebaik mungkin. Saya mengakui semua dosa yang saya pikir telah saya lakukan: “Kebanggaan! kesombongan! Gagal mempelajari Firman!” Hal seperti ini terus berlanjut sampai pada akhir waktu saat teduh, nyatanya, saya telah menghabiskan seluruh waktu doa dengan fokus pada diri saya sendiri. Goblok. Bodoh!
Cara yang benar untuk mati terhadap diri sendiri, yaitu dengan cara mengalihkan fokus Anda. Temukan seseorang yang membutuhkan doa atau pelayanan. Bantu mereka mengatasi situasinya, lalu Anda akan menemukan, Anda telah melupakan kebutuhan diri Anda sendiri. Anda pun menemukan, apa yang semula dianggap sangat penting, sebenarnya tidak signifikan. Kasih kepada orang lain, selalu mengalahkan diri sendiri. Kasih mengharuskan Anda memberikan diri serta menjadi korban yang hidup, namun semua itu sepadan.
Tetapi fokus utama kita haruslah kepada Tuhan, bukan hanya pada orang lain dan tentu saja, bukan pada diri kita sendiri. Hanya saat berserah sepenuhnya kepada Tuhan, kita dapat mengasihi orang lain yang melanggar kepentingan egois kita.
Roma 12:1 (TB), mengatakan, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.”
Bukankah menarik sekali, ternyata mengorbankan diri sebagai persembahan yang hidup, dianggap sebagai pelayanan yang wajar oleh Tuhan? Untuk melakukannya, kita harus merendahkan diri, menolak diri sebagai “tuan”, dan meletakkannya di atas mezbah. Satu-satunya masalah dengan persembahan yang hidup adalah, mereka cenderung merangkak dari altar. Bahkan jika kita membuat komitmen ini dalam hati sekarang, kita harus memperbaharuinya lagi besok, minggu depan, bulan depan, dan tahun depan.
Selama kita masih ada di bumi, kita harus membuat keputusan untuk mengasihi Yesus melebihi dari diri kita sendiri, setiap hari.
[Repost ; “Source of All Grief”. – Andrew Wommack, Penerjemah Yenny Indra].
YennyIndra TANGKI AIR ANTI VIRUS & PIPA PVC MPOIN PLUS & PIPAKU PRODUK TERBAIK PEDULI KESEHATAN
Berbicara secara umum, Tuhan kita adalah sesuatu yang kepadanya kita setia dan tunduk secara terus menerus. Mungkin saja kita mengatakan Yesus adalah Tuhan kita, tetapi jika kita dengan setia tunduk kepada hal-hal lain, hal-hal lain itulah yang benar-benar merupakan tuhan kita.
“Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu.” Roma 6:16 (TB).
Mari kita lihat contoh seorang pria yang menjadi budak dari keadaannya. Dalam Yohanes, bab 5, terdapat kisah tentang seorang pria yang telah berbaring di tepi Kolam Betesda selama 38 tahun karena penderitaan fisiknya. Dia, bersama dengan banyak orang sakit lainnya, sedang menunggu air yang seharusnya digoncangkan oleh seorang malaikat, orang yang pertama masuk ke dalam air, akan disembuhkan.
Dalam uraian singkat ini, kita dapat melihat bagaimana pria ini tunduk pada dua ‘tuan’ berbeda yang mendominasi hidupnya. Dia budak dari hal-hal yang dia patuhi.
Pertama, dia menjadi budak dari penderitaannya, yang telah mendikte gaya hidupnya selama 38 tahun. Identitas, rutinitas, dan takdirnya berkisar di seputar penyakitnya. Penyakit itu telah menjadi tuannya.
Kedua, dia dikuasai oleh takhayul. Keyakinannya telah membelenggunya di sekitar kolam itu. Tidak disebutkan dalam Perjanjian Lama tentang kesembuhan yang datang kepada Bangsa Israel melalui malaikat yang menggoncangkan air kolam. Namun, banyak orang telah ditundukkan karena cerita ini.
“Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: ”Maukah engkau sembuh?” Yohanes 5:6 (TB).
Yesus memberi orang ini pilihan yang baru. Dengan opsi baru ini, artinya penguasa atas penyakit dan takhayul harus dilepaskan cengkeramannya, dan pria tersebut dapat memasuki kebebasan sejati, JIKA dia bersedia melepaskan pegangannya pada ke dua tuan itu!
Sering kali kita membiarkan keadaan, takhayul, ketakutan, dan pemikiran salah menjadi tuan kita, tanpa menyadarinya.
Kita mengklaim bahwa Yesus adalah Tuhan, tetapi kita hidup dalam perbudakan tuhan lainnya. Kebebasan sejati, termasuk kesembuhan, bisa datang ketika kita memilih untuk menjadikan Yesus sebagai Tuhan kita yang sejati.
Apakah Anda ingin bebas? Apakah Anda ingin menjadi baik? Serahkan diri Anda (hati, pikiran, dan takdir Anda) kepada Ketuhanan Yesus. Tinggalkan ‘ketuhanan’ dari keadaan. Kebebasan sejati dimulai dengan mengakui adanya ketuhanan perbudakan, memutuskan untuk memecat tuan itu dan memberikan hati Anda kepada orang yang mencintai Anda dan ingin membebaskan Anda. (Yesus)
“Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka.” Yohanes 8:36 (TB).
[Repost ; “Who is your Lord?”. – Barry Bennett, Penerjemah Yenny Indra].
YennyIndra TANGKI AIR ANTI VIRUS & PIPA PVC MPOIN PLUS & PIPAKU PRODUK TERBAIK PEDULI KESEHATAN
Sadarkah Kita, Tuhan Ingin Kita Bersatu, Bergotong-royong & Saling Mengasihi?
Begitu post artikel “Tuhan Yang Selalu Bisa Diandalkan! Ini buktinya…*, Monica memberi info tambahan yang apik.
Yang belum baca artikel kemarin, sila KLIK: https://yennyindra.com/2022/05/tuhan-yang-selalu-bisa-diandalkan-ini-buktinya/
” Yenny, tahu gak siapa pemilik gedung, yang menjadi -Malaikat Penolong Sekolah Pelita Permai?” tanya Monica, “Beliau seorang Muslim yang baik hati, bahkan pemilik sebuah pesantren. Dengan penuh kasih, mengijinkan Pelita membayar sesuai dana yang ada dan sisanya dicicil selama 1 tahun.”
Wow…..
Perbedaan keyakinan, suku, ras tidak menjadi masalah. Jangan pernah membatasi diri dengan pemikiran kita yang terbatas.
Dari pengalaman pribadi saya juga sama. Tanah pertama yang kami miliki, dibeli dari seorang dosen, P. Darto, namanya. Beliau seorang muslim taat, yang memberi kami kesempatan membeli tanahnya dengan mencicil. Bahkan sebelum mencicil yang pertama kalinya, beliau berkenan sertifikat dibalik nama an. P. Indra.
Setelah mencicil pertama, kami bisa dapat pinjaman bank dengan jaminan sertifikat tsb. sehingga kami dapat modal tambahan untuk berbisnis. Kami pun mencicil pinjaman itu pada P. Darto hingga lunas.
Tuhan itu Allah yang Maha-kreatif. Apa yang sulit bagi-Nya? Tidak ada yang mustahil bagi-Nya! Karena itu, jangan batasi Allah dengan otak kita yang hanya sebesar kacang. Bangun hubungan baik dengan siapa saja. Siapa pun bisa Tuhan pakai jadi malaikat penolong.
Sesungguhnya Bangsa Indonesia adalah bangsa yang penuh kasih, rukun dan saling bergotong-royong sejak jaman dulu. Melalui peristiwa ini, kita diingatkan, alangkah indahnya jika setiap kita bersatu, saling membantu, saling menghormati, tanpa ada kotak-kotak perbedaan agama, ras, suku dsb., lalu bergotong-royong membantu saudara-saudara kita yang berkekurangan. Betapa indahnya dunia ini….
Setiap kita umat Tuhan yang penuh kasih, tentunya kasih itulah yang perlu diamalkan dan dibuktikan bahwa buah kehidupan kita memang kasih. Allah adalah Sang Kasih Yang Sempurna. Jika Allah yang benar-benar ada di dalam hati kita, tentu yang terpancar melalui hidup kita, kasih juga.
Teringat saat kecil di Kota Kebumen, kampung halaman saya. Setiap lebaran mama sibuk mengirimkan hantaran untuk tetangga yang muslim. Ada juga tetangga muslim yang Orang Arab. Tuan Ali, demikian papa kerap menyebutnya. Bahkan ketika ada penduduk yang baru pindah, justru mama yang penduduk lama yang mengirimi hantaran terlebih dulu.
“Ma, koq bukan tetangga baru yang ke rumah kita?”
“Gak apa, mungkin masih repot. Konon beliau seorang guru. Baru pindahan, hantaran ini bisa sedikit membantu.”
Hubungan antar tetangga sangat rukun dan damai. Tidak pernah terdengar pengkotak-kotakan seperti sekarang. Bahkan saat Bapak pemilik Toko “Basuki” hendak menjual tokonya, banyak yang berminat. Baik dari tetangga yang muslim mau pun tionghoa.
“Toko ini hanya saya jual ke orang lain, kalau Papah & Mamah Toko Pojok tidak mau membelinya,” ujarnya.
Toko “Pojok” adalah toko milik papa & mama, yang sekarang dilanjutkan oleh Ayda, adik saya. Sedemikian akrabnya hubungan persaudaraan dan pertemanan kami. Sungguh menyenangkan dan membekas di hati. Keteladanan yang mulia.
Banyak guru-guru dan sahabat-sahabat saya yang muslim.:
P. Prasetya & B. Uti M. Brata – sang pakar Neuro Semantic. Provokasi & Inti Makna.
P. Eka Wartana – yang terkenal dengan teorinya “Berpikir Tanpa Mikir” yang sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa dan bukunya dipamerkan di Jerman.
P. Achmad Nurcholis, tokoh lintas agama.
Bunda Dewi Motik, sudah sangat terkenal dengan berbagai prestasinya sejak muda.
B. Santi Mia Sipan, pengusaha sekaligus ibu luar biasa yang berhasil mendidik putrinya yang autis jadi mandiri. Ada bukunya lho… Nanti saya tulis di Seruput Kopi Cantik ya..
Prof Edy Djuwito penemu Argentum yang wawasannya sangat luas, – baik soal rohani mau pun science -. Prof. Edy dengan murah hati memberikan berbagai bahan, mengajari hal-hal rohani tingkat tinggi… Hahahaha…. Saya yang ‘kepontalan,’ istilah Jawanya, terseok-seok, untuk memahaminya
dan banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Tidak sedikit pula yang Buddhist seperti filsuf kami, P. Sjahsjam, Bu Melly Kiong, dan ‘kakak’ saya tercinta, Bu Linda Ariamtiksna, meski beliau penganut Buddhist yang taat, namun tidak segan-segan membantu Sekolah Pelita Permai. Bu Linda teman SMA P. Indra, kami bersahabat dekat.
Saya bangga, diperkaya, diperlengkapi dan menjadi lebih bijak serta memiliki wawasan yang lebih luas karena mereka. Kami bergaul dekat dan akrab, perbedaan justru mempererat hubungan kami. Memang kami berbeda keyakinan, beda suku, beda ras, beda level pendidikan tetapi itu tidak pernah membatasi kami untuk saling memperhatikan dan mengasihi.
Semakin seseorang mengenal Allah, semakin sadar bahwa sesungguhnya setiap kita adalah musafir di dunia ini. Tidak perlu sibuk dengan “aku” dan berbagai kepentingan di dunia ini.
“Wong urip iku mung mampir ngombe” – orang hidup itu hanya sekedar mampir minum, demikian kata pepatah Jawa.
Final kita, ketika berjumpa dengan Tuhan, berkenankah Allah pada apa yang kita kerjakan semasa di dunia ini? Masing-masing akan mendapatkan upahnya. Mengapa kita menyibukkan diri dengan yang sementara dan tidak mengejar yang kekal, selama-lamanya?
Saya senantiasa meyakini, di surga kelak, Tuhan juga tidak akan bertanya kita ini dari suku, ras, bangsa atau agama apa? Tetapi Tuhan ingin tahu, apakah melalui kehidupan kita, orang lain bisa melihat Allah? Bukankah kita ini ditugaskan menjadi Terang & Garam dunia? Sudahkah kita melaksanakannya?
Jangan biarkan perbedaan memecah-belah bangsa kita. Jika Tuhan menginginkan di dunia ini hanya ada satu agama, satu bangsa, satu warna kulit, satu suku dll, bisa ga? Sangat bisa. Dia Allah, apa yang mustahil bagi-Nya? Tetapi Allah tidak melakukannya!
Why?
Taman kebanggaan di rumah kami, canttiiiik karena bunganya warna warni, dipadu dengan hamparan rumput yang menghijau. Perbedaan warna inilah yang menciptakan kecantikan dan keanggunannya. Berbeda tapi rukun, masing-masing bunga berada di tempat masing-masing. Gak rebutan or saling tabrak. Asri…. Ayem…. Adem…. Tenteram…. Jika kebun kami hanya satu warna, tentu membosankan. ‘Jebleh’, kata Orang Jawa. Makes Sense?
Mari kita bersatu, bergotong-royong mengerjakan tugas Allah, agar dunia menjadi lebih baik karena kehadiran kita. Bangsa Indonesia & Negara Indonesia menjadi lebih baik, saling mengasihi, saling menghormati karena memiliki warga negara seperti kita. Yuuuuukkkk….
Sometimes the simplest solution out of conflict is becoming someone’s friend, instead of saying goodbye forever.- Shannon L. Alder. Love each other dearly always. There is scarcely anything else in the world but that: to love one another. (Victor Hugo)
Kadangkala solusi paling sederhana dari konflik, yaitu dengan cara berteman, alih-alih mengucapkan selamat tinggal selamanya.- Shannon L. Alder. Saling mengasihi senantiasa. Hampir tidak ada hal penting lainnya di dunia selain untuk saling mengasihi. – Victor Hugo
YennyIndra TANGKI AIR & PIPA PVC MPOIN PLUS & PIPAKU PRODUK TERBAIK PEDULI KESEHATAN