Monthly Archives: Jul 2021

Articles

Living Content- Hidup Memuaskan. Mungkinkah?

Seruput Kopi Cantik
Yenny Indra

Living Content- Hidup Memuaskan. Mungkinkah?

“Bu Yenny tentu sedih ya… Dengan adanya pandemi gak bisa travelling lagi.”

“Saya belajar menikmati apa pun yang ada bu… Kepingin sich liburan lagi tapi jangan jadi beban.”

Apa yang membuat manusia tidak bahagia?
Saya merenung.
Saat di Jakarta, yang diingat yang di Surabaya. Makanan, misalnya.

Sebaliknya, saat di Surabaya, ingat dan menginginkan yang di Jakarta.
Atau hal-hal lain yang tidak bisa kita peroleh saat ini.

Familiar?
Itulah manusia… Gak ada puasnya.
Karena itu para bijak menyarankan, syukuri apa yang kita miliki dan ada saat ini.
Jangan berusaha mengendalikan sesuatu.
Ingat kita bukan Tuhan.

We can’t always control what happens in our lives- things will go well, things will go poorly-but what we can control is our response to those events. – Kenneth Blanchard.
Kita tidak selalu dapat mengontrol apa yang terjadi dalam hidup kita – apakah segala sesuatunya akan berjalan dengan baik, atau justru berjalan buruk – tetapi yang dapat kita kendalikan adalah respons kita terhadap peristiwa itu.  – Kenneth Blanchard.

Saya belajar menjadikan Tuhan pusat kehidupan saya. Dan saya percaya Tuhan akan mengatur segala sesuatu untuk kebaikan saya.

Kita tahu bahwa Allah mengatur segala hal, sehingga menghasilkan yang baik untuk orang-orang yang mengasihi Dia  dan yang dipanggil-Nya sesuai dengan rencana-Nya.

Bahkan ketika si musuh merancangkan yang jahat, memasang batu sandungan, tetapi Tuhan akan mengubah batu sandungan itu dan diubah-Nya menjadi batu pijakan, agar saya dapat naik ke tempat yang tinggi sekali, yang tidak dapat saya capai tanpa adanya batu tersebut.

So… Saya bisa menjalani setiap langkah dalam kehidupan saya bersama-Nya. Memasuki setiap pintu yang Tuhan bukakan, dan berbelok saat menghadapi pintu yang tertutup tanpa harus kecewa.
Senantiasa belajar mengingatkan diri, kalau Tuhan menutup pintu, pasti ada alasan baik yang tidak saya mengerti.
Bukankah otak saya yang hanya sebesar kacang, tidak akan dapat memahami pikiran Allah yang Maha Kuasa?
Allah mengasihi saya, lebih dari saya dapat mengasihi diri saya sendiri.
Buat apa saya khawatir, kecewa dsb?
Kerap setelah lama berlalu….
Saat menoleh ke belakang, saya bersyukur untuk pintu-pintu yang tertutup. Apa yang dulu saya inginkan, ternyata ujungnya menuju ‘maut’.
Bersyukur Tuhan baik dan meluputkan saya dari semua itu.

Mudahkah?
Sama sekali tidak!
Kita hidup dalam masyarakat yang mempunyai pola pikir berbeda-beda, kedewasaan rohani yang berbeda pula.
Kadang cukup terganggu dengan komentar penonton.
‘Apa kata orang?’, dalam budaya kita masih sangat diperhitungkan.
Dibutuhkan keberanian dan iman untuk melangkah maju, mengikuti arahan Tuhan, sementara saya sendiri tidak tau ending-nya di mana.
Satu-satunya pegangan karena saya mengenal siapa Allah-ku yang sudah berjanji tidak akan membiarkan mau pun meninggalkan saya.

Saya memutuskan untuk lebih lagi melekat kepada-Nya dengan cara menghidupi serta menggali firman-Nya karena firman itulah Allah sendiri.

Apa yang terjadi?
Hidup jauuuuuh lebih enteng.
Saya menikmati hal-hal baik yang Tuhan karuniakan. Orang-orang baik yang Tuhan pertemukan. Hidup jadi jauh lebih simple.

Saya mengerti sekarang arti:
Datanglah kepada-Ku kamu semua yang lelah, dan merasakan beratnya beban; Aku akan menyegarkan kamu. Ikutlah perintah-Ku dan belajarlah daripada-Ku. Sebab Aku ini lemah lembut dan rendah hati, maka kamu akan merasa segar. Karena perintah-perintah-Ku menyenangkan, dan beban yang Kutanggungkan atasmu ringan.

Beban hidup kita jadi ringan ketika kita berjalan bersama-Nya.
Prinsipnya:
Berpikir seperti Allah berpikir, menurut firman-Nya. Dan berbicara pun sesuai perkataan Allah dalam firman-Nya.

Saya paham sekarang, itulah rahasia Living Content, hidup yang memuaskan.

“Life isn’t about waiting for the storm to pass. It’s about learning how to dance in the rain,” ujar Vivian Greene.

Hidup bukan tentang menunggu badai berlalu. Melainkan bagaimana belajar menari di tengah hujan,” ujar Vivian Greene.

Praktik yuk…

We must offer ourselves to God like a clean, smooth canvas and not to worry ourselves about what God may choose to paint on it, but at each moment, feel only the stroke of HIS brush – Jean Pierre de Caussade.

Kita seharusnya mempersembahkan diri kita kepada Tuhan bagaikan kanvas yang bersih dan halus serta tidak mengkhawatirkan apa yang mungkin akan Tuhan pilih agar terjadi pada diri kita, melainkan setiap saat kita menikmati sapuan kuas-Nya -Jean Pierre de Caussade.

YennyIndra
TANGKI AIR ANTI VIRUS & PIPA PVC
MPOIN PLUS & PIPAKU
PRODUK TERBAIK-
PEDULI KESEHATAN

https://mpoin.com/

SeruputKopiCantik

yennyindra

InspirasiTuhan #MotivasiKebaikan

mengenalTuhan #FirmanTuhan

Read More
Articles

Curhat Menjelang Kremasi Ko Hoen Siang Ini.*

Link Live Streaming Acara Kremasi ?? Hari Ini:
https://youtu.be/spCMUqLMPFM

Seruput Kopi Cantik
Yenny Indra

Curhat Menjelang Kremasi Ko Hoen Siang Ini.

“Bu, sebelum kena covid apakah Pa Hoentoro ada penyakit lain?,” tanya P. Robby setelah saya mengirimkan artikel
Tribute To: Raden Hoentoro Hadiwidjojo Kolopaking (Ko Hoen).
pada P. Robby, pendonor plasma darah untuk Ko Hoen.

[Bagi yang belum membaca post kemarin, ini link-nya:
https://yennyindra.com/2021/07/tribute-to-raden-hoentoro-hadiwidjojo-kolopaking-ko-hoen/ ]

“Mata yg bermasalah. Secara umum oke sich. Beliau rutin check ke Singapore.”

“Seandainya Pa Hoentoro waktu itu dapat plasma lebih awal apakah bisa tertolong yah Bu..? Saya jadi kepikiran.”

“Pak, Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Saya juga tidak tahu. Tetapi apa yang dilakukan P. Robby sudah sangat luar biasa. P. Robby bertindak menolong di tengah kesulitan yang kami alami.
Bahkan Eko menjelaskan, punya P. Robbylah plasma yang pertama kali jadi. Yang penting kita sudah ‘do our best,’ Pak”

Pernyataan P. Robby bagaikan air sejuk di tengah duka yang kami rasakan.
Masih ada ‘Malaikat’ di tengah hingar-bingar dunia saat ini.

Teringat saat kami membutuhkan plasma darah, banyak link dikirimkan oleh teman-teman. Sesungguhnya, pada dasarnya manusia itu baik. Ingin menolong sesamanya. Mereka pun ingin berbagi apa yang mereka ketahui.

Ada link dengan sederet nama pendonor.
Saya coba telpon langsung, tidak ada yang angkat. Ah, siapa tau sedang sibuk. Jadilah mesti di save satu persatu agar bisa kirim chat WA.
Dan ini butuh waktu! Padahal kami dikejar waktu….
Sedihnya, tidak ada satu pun yang menjawab.
Mubazir.

Demikian pula dengan link-link lainnya.
Idem pula saat butuh rumah sakit.
Oh…. Di mana operatornya? Kami perlu bantuan urgent!

Beberapa teman menelpon, benarkah saya membutuhkan bantuan.
“Ya, benar…”

Ternyata saking banyaknya Hoax berseliweran, hingga mereka kesulitan membedakan yang benar-benar butuh bantuan dengan yang sekedar di share, di share lagi dan lagi…
Saat sudah dapat yang dicari, kerap tidak memberi kabar.

Eko mengingatkan saya, blast lagi info kalau sudah dapat yang kami butuhkan.
Siap, komandan…!!!

Teman-teman menjelaskan sebagian besar info melalui link itu memang tidak bisa dikontak.
Bahkan ada info Hoax….
Gubrraaaaaakkkk….

Oh…. Teganya melakukan seperti ini di tengah penderitaan orang lain. Ini masalah nyawa seseorang.
Apakah mereka lupa bahwa apa yang ditabur, suatu saat mesti dituai hasilnya?
Saya tidak habis pikir.

Berapa banyak waktu yang sudah hilang sia-sia sejak tadi?

Alasan inilah membuat saya berhati-hati sekali untuk blast sesuatu. Jangan sampai terbiasa blast yang ga jelas, saat benar-benar butuh, orang tidak percaya lagi.

“Trust Must Be Earned- Kepercayaan Itu Diperoleh karena layak”, kata Greg Mohr.

*“Trust starts with truth and ends with truth.”– Santosh Kalwar

Kepercayaan dimulai dengan kebenaran dan diakhiri dengan kebenaran.” – Santosh Kalwar

Betapa mahalnya kepercayaan itu! Tidak mudah memperolehnya.

Bersyukur beberapa teman japri memberi kontak temannya, yang betul-betul bisa dihubungi. Dan ini membantu sekali.
Ada beberapa teman yang membantu menghubungi orang yang dikenalnya atau saudaranya untuk membantu kami.
Berhasil or tidak, tidak penting, tetapi kami sangat menghargai usahanya. Kami butuh bantuan nyata…. Dan ini memang nyata.
Thanks teman-teman semua. Luv u all.

P. Robby kontak japri menawarkan bantuan darah untuk plasma yang dibutuhkan.
Nyess… Senangnya…
Dan Puji Tuhan, pas masih bisa. Saya baru tahu bahwa yang bisa didonorkan terbatas 3 bulan setelah sembuh dari Covid.
Lewat itu, tidak bisa.

P. Robby sudah membantu, masih kepikiran pula, seandainya saja bisa lebih awal donor, mungkin Ko Hoen tertolong….
Pikiran dan perasaan yang sama terlintas dalam pikiran kami P. Robby…
Kehilangan orang-orang yang kita kasihi selalu menyisakan: seandainya saja…..

Tanpa sadar mata ini berkaca-kaca saat membaca pesan P. Robby,
“Seandainya ada yg butuh plasma lagi, bisa info ke saya, Bu…
Saya bisa donor plasma lg setelah 2 minggu. Jadi nanti tgl 15 July ke atas sy sudah bisa donor lagi…”

Sungguh terharu…

Orang bilang dunia sudah sangat egois, tetapi kami menemukan hal yang berbeda: ‘Malaikat’ yang Tuhan kirimkan.
Terimakasih Tuhan, telah mempertemukan kami dengan orang-orang yang baik…

Ko Hoen sepanjang hidupnya menabur kebaikan dan pertolongan di mana-mana. Saat semua bilang rumah sakit full, donor sulit, obat langka, tetapi kami melihat bukti janji Tuhan: apa pun yang Ko Hoen butuhkan, Tuhan menyediakan!

Ko Hoen sepanjang hidupnya menabur kebaikan dan pertolongan di mana-mana.
Saat semua bilang rumah sakit full, donor sulit, obat langka, tetapi kami melihat bukti janji Tuhan: apa pun yang Ko Hoen butuhkan, Tuhan menyediakan!

Hari kamis 1 july masuk rumah sakit langsung dapat IGD. Pk.24.00 dapat kamar isolasi.

Jumat 2 july butuh ICU, malam pun tersedia.

Sabtu 3 july butuh plasma, dapat juga. Butuh redemsivir pk.24.00 akhirnya dapat juga.

Minggu 4 july pukul 11.21 beliau pulang ke rumah Bapa, dengan hidup yang memuaskan dan sangat bermanfaat bagi orang lain.

Janji Tuhan Ya dan Amin.
Apa yang ditabur, itu yang dituai…

Saya membayangkan Tuhan berkata kepada Ko Hoen:
Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.”

Wong urip iku mung mampir ngombe – orang hidup itu hanya sejenak berhenti minum, ungkapan pepatah Jawa.

Rumah kita sesungguhnya memang bukan di dunia ini. Setiap kita pada akhirnya akan kembali pada Sang Pencipta.
Jangan sampai hati kita justru melekat pada yang duniawi.

Dan kita lahir di dunia ini dengan mengemban tugas dari Tuhan.
Johan Wolfgang von Goethe mengingatkan, peran kita di dunia ini, tak tergantikan. Hanya kita yang bisa memenuhi tugas tersebut.
Ko Hoen sudah memenuhi tugasnya dan menjalankan perannya dengan sangat baik.

Pertanyaannya:
Bagaimana dengan kita?

A life of purpose can only be fulfilled when we put God first and make Him the center of our lives.

Kehidupan yang memiliki tujuan hanya dapat dipenuhi, ketika kita mengutamakan Tuhan dan menjadikan Dia pusat kehidupan kita.

Note:
Saat memilih foto Ko Hoen untuk artikel ini, ketemulah foto saat Ko Hoen menjenguk penjaga malam di rumah papanya, yang sedang sakit.
Hhhmmm ini juga patut ditiru… Siapa saja yang sakit, Ko Hoen menyempatkan diri untuk menengok. Tidak pilih-pilih. Boss besar yang sangat rendah hati.

YennyIndra
TANGKI AIR ANTI VIRUS & PIPA PVC
MPOIN PLUS & PIPAKU
PRODUK TERBAIK-
PEDULI KESEHATAN

https://mpoin.com/

SeruputKopiCantik

yennyindra

InspirasiTuhan #MotivasiKebaikan

mengenalTuhan #FirmanTuhan

Read More
Articles

Tribute To: Raden Hoentoro Hadiwidjojo Kolopaking (Ko Hoen).

Seruput Kopi Cantik
Yenny Indra

Tribute To: Raden Hoentoro Hadiwidjojo Kolopaking (Ko Hoen).

Bagaikan petir menggelegar saat saya mendapat kabar, P. Hoentoro Hadiwidjojo Kolopaking atau yang  biasa saya panggil Ko Hoen, meninggal dunia siang ini, 4 juli 2021.
Rasanya sejenak dunia berhenti berputar.
Tidak percaya! Benarkah?

Beberapa hari terakhir cukup menegangkan. Eko, sang keponakan, pontang-panting kian kemari. Perlu rumah sakit, donor plasma hingga obat langka: Remdesivir. Konon hanya rumah sakit yang bisa pesan. Begitu saya blast di berbagai grup WA, banyak teman-teman yang membantu dengan berbagai info.
Terimakasih sebesar-besarnya, untuk kasih,  perhatian, bantuan dan dukungan doa dari teman-teman, yang sungguh tak ternilai harganya. Terlebih lagi bagi P. Robby yang mendonorkan darahnya untuk plasma. Tuhan yang membalasnya.

Perasaan bercampur-baur…
Ko Hoen gemar naik motor gede. Koleksi Mogenya berderet berpuluh-puluh…
Gayanya trendy dengan rambut panjang dikuncir ke belakang, berkaos dan sepatu boots. Pokoknya gaya anak muda banget…
Berbeda dengan penampilan pria berusia kepala tujuh lainnya.
Masih rutin berkantor di 2 perusahaannya. Kreatif, penuh inisiatif, cerdas dan rendah hati.
Sekali waktu masih mengendarai mobil sendiri dan tidak wajib mobil super-mewah.

Ingatan pun melayang pada masa kecil.
Papa saya mengangkat saudara dengan 4 orang sahabatnya, salah satunya papanya Ko Hoen. Panca Saudara, namanya.
Jadilah kami bersaudara.
Saat kecil saya kerap melihat Ko Hoen berbincang-bincang masalah bisnis dan lainnya dengan papa. Usia kami terpaut puluhan tahun, lebih sering Ko Hoen menyapa saya sebagai adik kecil.

Yang istimewa, papa selalu menggambarkan apa itu UHAO (berbakti) dengan sosok Ko Hoen.
Orang Kebumen, -kampung halaman kami-, yang sukses besar di Jakarta, ya… Ko Hoen.
Jadi sejak kecil sudah tertanam dalam pikiran saya, gambaran:
Berbakti + Sukses = Ko Hoen.
Maka saya pun menjadi fans Ko Hoen.

Mengapa?
Orang sukses dan kaya di Jakarta, itu banyak…
Tetapi yang seperti Ko Hoen, membantu banyak sekali orang di mana-mana, tidak banyak. Dia bijak, dermawan, penuh belas kasih dan rendah hati.
Bahkan di Kebumen, nyaris ada satu daerah, yang hampir semua keluarga dibantu olehnya. Ada yang dibelikan rumah, ditolong saat terjerat hutang bank dsb.
Ko Hoen ‘malaikat’ yang selalu siap menolong.
Belum lagi yang disekolahkan, bahkan hingga S2 di luar negeri.
Tidak heran saat mendengar Ko Hoen meninggal, ada seorang ibu yang langsung pingsan.

Kerabat kami bercerita, suatu ketika bisnisnya mengalami kesulitan keuangan. Dia datang meminjam sejumlah uang pada Ko Hoen.
Ketika usahanya membaik, dia hendak mengembalikan, tentu tidak lupa dia menanyakan harus menambah berapa % bunganya.
% dalam Bahasa Hokian biasa disebut Hoen.

“Bunganya yo… Hian Hoen… ,” ujar Ko Hoen bercanda karena Hian Hoen itu nama Ko Hoen.
Akhirnya uang dikembalikan tanpa bunga, karena Ko Hoen tidak mau menerima bunganya. Dia hanya ingin membantunya maju.

Beliau tidak hanya berbakti pada orangtua dan keluarganya tetapi sangat berbakti  dan menunjukkan rasa hormat yang luar biasa kepada teman-teman papanya mau pun orangtua mana pun. Baik dengan siapa saja.
Setiap ke Kebumen, menyempatkan diri menjenguk teman-teman papanya.

Ketika papa saya meninggal, saya berpikir tentu sikap Ko Hoen berubah.
Ternyata tidak!
Secara rutin, setiap beberapa waktu, Ko Hoen tetap menelpon menanyakan kabar mama.
Yang unik lagi, setelah mama meninggal, Ko hoen masih menelpon adik ipar saya, Ayda, menanyakan kesehatannya. Mengingat Ayda yang selama ini merawat mama dan dia single parent.
Wow….
Sungguh sikap yang langka.

Ko Hoen yang jauh lebih sepuh, justru menelpon yang muda-muda.
Kadang Ko Hoen juga menelpon saya, sekedar memastikan semuanya baik-baik saja.

Tidak pernah menyombongkan diri, penampilannya bersahaja padahal beliau termasuk bilangan orang kaya lama di Jakarta yang asetnya berjibun.
Betul-betul seperti padi, semakin berisi justru semakin merunduk.

Bahkan ketika makan bersama di resto, sambil mengobrol saat menanti makanan disajikan, beliau menyempatkan diri membersihkan sendok dengan tissue dan diberikan kepada kami yang jauh lebih muda.
Saya terpukau dengan perhatiannya dalam hal-hal kecil.
Beliau boss besar lho…
Dan memperlakukan semua orang dengan hormat. Tidak membedakan kaya atau miskin.

Makanan favoritnya tetap Nasi Penggel, makanan khas Kebumen, yang disajikan dengan alas daun pisang. Dijual di teras rumah penduduk. Ko Hoen tidak keberatan menikmatinya sambil duduk di kursi panjang dari bambu, bersama penduduk setempat.

Oh ya… Setiap ada teman-teman papanya, atau teman dekat yang meninggal, bela-belain dari Jakarta ke Kebumen, ke kota-kota lainnya bahkan hingga ke luar pulau sebagai penghormatan terakhir.

Dalam sebuah kesempatan, saya bercerita pada Ko Hoen bagaimana papa Ko Hoen selalu menasehati saya, agar kelak menjadi anak yang berbakti seperti Ko Hoen.

Ko Hoen pun bercerita…
Saat mulai berbisnis dan sukses, Ko Hoen menceritakan pencapaiannya kepada papanya.
Tetapi bagaimana respon papanya?

“Kamu belum sukses kalau kamu hanya bisa mengumpulkan untuk dirimu sendiri atau sekedar mengentaskan keluarga besarmu saja. Orang yang sukses adalah orang yang bisa menolong orang lain. Ukuran kesuksesanmu adalah seberapa banyak orang yang bisa kamu bantu,Papa Ko Hoen memberikan wejangannya.
Nlai-nilai inilah yang mendorong Ko Hoen begitu dermawan, berbagi kepada banyak orang.
Berbagai acara yang digagas termasuk Acara Paguyuban Bumenan, Ko Hoen sponsornya….
Reuni Panca Saudara, Ko Hoen juga yang aktif supaya persaudaraan tetap terjalin.
Ko Hoen-lah pemersatu di mana-mana.

Nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua, menentukan apa yang dikerjakan oleh generasi berikutnya.

Dan yang dilakukan Ko Hoen bergema dengan sangat lantang, terbukti dari banyaknya yang post foto Ko Hoen lengkap dengan wejangannya.

Hormati orangtua, kasihi dan layani orangtua selama masih hidup. Kalau kamu berbakti pada orangtua, maka rejekimu berlimpah,” nasehat Ko Hoen terus terngiang di telinga.

Keteladanan berbicara lebih keras daripada sejuta kotbah, ujar orang bijak.

Belajar dari Ko Hoen, mari kita mengisi hidup ini dengan kebaikan.
Pastikan apa yang kita lakukan adalah hal-hal yang memberi manfaat dan membawa kebaikan bagi banyak orang.

Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya- Raja Salomo

Ketika seseorang meninggal dunia, tidak ada yang menanyakan berapa banyak asetnya.
Yang dikenang orang, seberapa banyak hidup orang lain menjadi lebih baik karena mereka mengenal kita. Keteladanan dan nilai-nilai apa yang kita tabur dalam kehidupan orang lain? Itu yang bermakna!

Kisah Ko Hoen pun saya tulis menjadi salah satu artikel di buku “Seruput Kopi Cantik YennyIndra for a better relationship,” yang menginspirasi banyak orang.

Ko Hoen, Selamat menikmati kebahagiaan bersama Bapa di surga.

There are no goodbyes for us…
Wherever you are….
You will always be in our heart…

“It’s not how long you live, but how you live that’s important. Therefore, don’t make your life just livable, make it memorable.”— Tony Robbins

Bukan berapa lama Anda hidup, tetapi bagaimana Anda menghidupinya, itulah yang penting.  Oleh karena itu, jangan membuat hidup Anda hanya sekedar hidup, ciptakanlah hidup yang pantas dikenang” — Tony Robbins

YennyIndra
TANGKI AIR ANTI VIRUS & PIPA PVC
MPOIN PLUS & PIPAKU
PRODUK TERBAIK-
PEDULI KESEHATAN

https://mpoin.com/

SeruputKopiCantik

yennyindra

InspirasiTuhan #MotivasiKebaikan

mengenalTuhan #FirmanTuhan

Read More
Articles

The Best Is Yet To Come.

Seruput Kopi Cantik
Yenny Indra

The Best Is Yet To Come.

“Son, remember The Best Is Yet To Come- Anakku, ingatlah Yang Terbaik Belum Datang,” John Maxwell menceritakan ucapan ayahnya saat berusia 95 tahun.
Dienk….. Dahsyat!

Beliau masih bekerja full time di usia 95 tahun, meninggal di usia 98 tahun.
Luar biaaasaaa….
Tidak heran, putranya John Maxwell berprestasi di tingkat dunia.
Penulis ratusan buku, terutama kepemimpinan dan motivator TOP!

Kacang ora ninggal lanjaran, kata Orang Jawa.
Like father like son, kata orang bule.

Sementara banyak orang sudah merasa tua di usia 50 tahun, papa John Maxwell justru masih menantikan hal yang terbaik di usia 95 tahun.
Hhhmmm … Nyata benar bedanya!

John bercerita, suatu ketika dia menghadiri reuni SMU-nya…Yang sebelah sana topiknya tentang obat, yang di sebelah ini tentang penyakit dan dokter.

“Selesai acara reuni, saya tidak tahu, harus pulang ke hotel atau justru ke Emergency Room (IGD),” ujar John terbahak….

Banyak orang tidak sadar, bahwa:

  • For as he thinks in his heart, so is he. Seperti orang berpikir dalam dirinya, demikianlah ia.*

Kitalah pelukis ‘takdir’ kita sendiri!
Dan ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia, di Amerika juga.

Saya paling gak suka jika teman-teman sibuk mengaku sudah tua. Belajar tuh dari papanya John Maxwell.

“Tua itu bukan soal angka atau umur. Orang yang berhenti belajar dan bertumbuh, entah dia berusia 20 atau 95 tahun, sesungguhnya orang itu sudah mati. Hanya saja belum officially diumumkan ” John Maxwell menjelaskan … Hahaha… Mak Jleb!

Saya kerap bercanda bahwa saya akan launching buku baru saat berusia 90 tahun. 🙂

Ada kisah lain yang tertanam di benak saya, lupa diambil dari buku mana.
Ketika Peter Druker, Sang Bapak Management Modern, meninggal dunia maka Harvard University mengutus Jim Collins, penulis buku terkenal “Good To Great”, menulis tentang beliau sebagai penghormatan.
Jim Collins segera mengunjungi rumah Peter Drucker dan dipersilakan oleh sang penjaga rumah, untuk masuk ke ruang perpustakaan pribadinya.
Sungguh luar biasa, buku-buku karangan beliau tertata rapi di almarinya, sesuai dengan tahun penulisannya.
Yang lebih mengagumkan lagi, buku-buku yang ditulis oleh Peter Drucker setelah berusia 65 tahun (pensiun) hingga saat beliau meninggal di usia 95 tahun, 2x lipat banyaknya dibandingkan buku yang ditulis sejak masa muda hingga pensiun.

Artinya, di usia yang bagi orang lain ‘masa pensiun’ atau bahkan masa di mana orang lain sibuk membicarakan obat, penyakit dan dokter, Peter Drucker sibuk menulis buku, mengajar dan mempengaruhi dunia, sehingga beliau diberi julukan: Father of Modern Management Theory- Bapak Teori Manajemen Modern. Perlu dicatat, Peter Drucker masih mengajar di usia 92 tahun.

Tidak hanya itu saja, Peter Drucker mempengaruhi pengusaha sukses Bob Buford, sehingga Bob menuangkan ide kreatifnya, dalam buku berjudul “Finishing Well.”
Idenya, bahwa tidak ada kata pensiun dalam kehidupan manusia. Selama manusia masih bernafas, artinya masih ada tugas dari Tuhan yang perlu digenapi.

Hidup manusia punya 2 fase.
Fase pertama, ketika manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Fase ke dua, manusia seyogyanya mengembalikan apa yang dimilikinya, untuk dimanfaatkan menjadi berkat bagi sesama. Tujuannya membangun legacy, warisan abadi bagi generasi yang mendatang. Membuat hidup orang lain menjadi lebih baik karena mengenal kita. Jadi ‘Terang & Garam’ dunia, istilah kerennya.

“Duh, saya gak mampu B. Yenny… “
Saya juga, tapi bisa kan kalau sekedar mempengaruhi dunia di sekeliling kita?
1 orang saja… Gapapa. Masih lebih baik, daripada tidak melakukan apa-apa.
Dan bukan dengan kekuatan kita sendiri namun dengan cara bergantung pada kemampuan Tuhan.

The miracle does not depend on your gift. The miracle depends on your ability to submit (to Him).

Mujizat tidak tergantung pada talenta kemampuan kita.  Mujizat tergantung pada kemampuan kita tunduk kepada-Nya.

Mudah bukan?
It’s all about God not me, ini semua tentang Tuhan bukan saya.

Menjadi tua itu pasti dan otomatis, tetapi menjadi bijak dan memiliki hidup yang bermakna itu pilihan.

Menjadi bijak dan hidup yang bermakna itu perlu usaha konsisten untuk menciptakannya. Bukan kebetulan!

“Anakku, selalu beri dorongan (encourage) dan nilai tambah dalam kehidupan orang lain, maka orang-orang akan selalu berkerumun mengelilingimu,” pesan papa John Maxwell.

Hhhmmm… Terbukti ya … Mendengarkan 2 jam apa yang disampaikan orang bijak, membuat hidup makin hidup….
The Best Is Yet To Come. Yeaaayyy…..

Bagaimana dengan Anda, belajar sesuatukah?

Old age with wisdom will crown you with dignity and honor, for it takes a lifetime of righteousness to acquire it.

Usia tua disertai kebijaksanaan akan memahkotai Anda dengan martabat dan kehormatan, karena dibutuhkan kebenaran seumur hidup untuk mendapatkannya.

YennyIndra
TANGKI AIR ANTI VIRUS & PIPA PVC
MPOIN PLUS & PIPAKU
PRODUK TERBAIK-
PEDULI KESEHATAN

https://mpoin.com/

SeruputKopiCantik

yennyindra

InspirasiTuhan #MotivasiKebaikan

mengenalTuhan #FirmanTuhan

Read More
1 2 3 4