Apakah Sakit Itu Kehendak Tuhan?
Seruput Kopi Cantik
Yenny Indra
Apakah Sakit Itu Kehendak Tuhan?
Meski sudah diajar bahwa kasih Allah tak bersyarat, kerapkali kita hanya menyerapnya di kepala.
Ketika kita berbuat dosa, bersalah, tidak jarang kecenderungan kita merasa tidak layak, takut untuk datang kepada Tuhan.
Apakah Tuhan mau menolongku?
Kerap kita menjauhkan diri dari-Nya.
Persis seperti Adam dan Hawa ketika makan buah pengetahuan baik dan jahat, mereka langsung menyembunyikan diri, melihat dirinya telanjang.
Itu sudah menjadi kecenderungan manusia.
Sungguh menyenangkan mendengar bagaimana Joel Osteen menjelaskan kasih Tuhan yang tak bersyarat.
Joel bercerita, jika Jonathan, putranya, sedang bergelantungan di dahan pohon, sambil berteriak-teriak,
“Dad, tolong saya….”
Joel menjelaskan, tentunya dia tidak akan berkata,
“Tunggu Jonathan, saya cek dulu apakah kamu sudah mengerjakan PR mu?”
“Victoria, apakah Jonathan sudah membersihkan kamarnya?,” tanya Joel pada Victoria, istrinya.
Tentunya tidak demikian. Joel akan segera menolong Jonathan, tidak peduli apakah Jonathan sudah mengerjakan PR atau belum; apakah sudah membersihkan kamarnya atau belum.
Intinya, sebagai ayah, tentunya Joel akan menolong putranya tanpa syarat karena dia mengasihinya.
Apalagi Allah kita, Dia mengasihi kita tanpa syarat.
Allah jauh lebih baik dari Joel Osteen dan kita semua. Kalau ayah dunia saja sebaik itu, apalagi Allah kita yang Maha Pengasih.
Sungguh sangat mengherankan ketika sebagian orang percaya bahwa malapetaka dan penyakit terjadi karena Allah ingin mendidik kita.
Jika ada anak saya yang sakit, saya akan mengusahakan apa saja demi kesembuhannya. Membayar mahal pun rela, asalkan anak saya bisa sembuh seperti sediakala. Bahkan saya rela untuk menggantikannya, asalkan anak saya sehat kembali.
Kalau saya, manusia biasa saja rela berbuat demikian, apa ya mungkin Allah yang Maha Pengasih dan kasih-Nya tak bersyarat sampai mengijinkan anak-anak-Nya sakit?
“Bu Yenny, kan sakit untuk mendidik manusia supaya bertobat dari dosanya…”, protes seorang teman.
“Tuhan mendidik kita dengan mengajar kita melalui firman-firman-Nya. Itu cara yang benar untuk mendidik.
Bukan dengan sakit penyakit. Itu tipuan si musuh.”
Tuhan sudah memberikan rambu-rambu:
*Pencuri datang untuk mencuri, membunuh dan membinasakan. Tuhan datang supaya kita memiliki hidup, dan memilikinya di dalam kelimpahan. *
Prinsipnya sederhana:
Yang baik berasal dari Tuhan,
yang jahat, mencuri, membunuh dan membinasakan dari si musuh.
“Tapi saya dapat pelajaran dari sakit saya, Bu Yenny…”, protes seseorang.
Seperti ketika seorang anak sudah dinasehati, naik motor jangan ngebut. Tapi nekad tetap ngebut. Akhirnya jatuhlah dia dari motor.
Waktu ayahnya mengetahui hal itu, segera menolong dan membawanya ke rumah sakit.
Ayahnya berkata, “Makanya nurut kalau dinasehati orangtua. Jadikan ini pengalaman, supaya di masa depan bijak mengendarai motor dan berhati-hati.”
Apakah sang anak jatuh dari motor karena ayahnya yang ingin memberikan pelajaran kepadanya?
Tentu saja tidak!
Anak itu jatuh karena kelalaiannya: ngebut saat mengendarai motor.
Tetapi sang ayah memanfaatkan kesempatan itu, untuk mendidik dan mengajari anaknya, agar belajar dari pengalamannya, menjadi lebih bijak, hati-hati dan penuh
perhitungan.
Demikian juga dengan Allah kita, penyakit yang bisa membunuh dan membinasakan berasal dari si musuh, tetapi Allah menggunakan kesempatan ini untuk mendidik kita agar mengambil pelajaran dari pengalaman ini, sehingga menjadi pribadi yang lebih bijak.
Allah sudah memberi kita otoritas dan kuasa untuk menghancurkan si musuh.
Ini kesempatan bagi kita untuk mempraktekkannya, menggunakan otoritas untuk mengalahkan musuh.
Tuhan mendidik kita makin bertanggung jawab.
“Apa bedanya sich bu kalau saya menganggap sakit itu kehendak Tuhan, dengan tidak?
Jika kita salah persepsi menganggap sakit itu kehendak Tuhan, maka kita cenderung pasrah… Tidak melawan. Kan ini kehendak Tuhan, masa dilawan?
Padahal sesungguhnya itu tipuan si musuh.
Tetapi jika kita sadar sepenuh hati bahwa sakit ini akibat ulah si musuh, iblis, kita akan melawan dengan penuh semangat, menggunakan segala perlengkapan senjata Allah dan otoritas yang diberikan-Nya untuk menghancurkan musuh.
Persepsi harus benar, agar kita dapat mengambil keputusan serta tindakan yang benar pula.
Perception precedes reality…. Persepsi yang benar mendahului realitas.
Dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan membebaskan kamu, kata Tuhan.
Pegang kebenaran, maka kita akan berjalan di jalan yang membawa kita menuju tujuan yang ditetapkan Tuhan dalam menciptakan kita.
God’s unconditional love is a very difficult concept for people to accept because, in the world, there’s always payment for everything we receive. It’s just how things work here. But God is not like people! — Joyce Meyer
Kasih Tuhan yang tanpa syarat adalah konsep yang sangat sulit diterima manusia karena, di dunia, selalu ada pembayaran untuk semua yang kita terima. Begitulah cara kerja di sini. Tapi Tuhan tidak seperti manusia! — Joyce Meyer.
YennyIndra
TANGKI AIR & PIPA PVC
MPOIN PLUS & PIPAKU
PRODUK TERBAIK
PEDULI KESEHATAN