Kompyang Sultan & Ungkapan Syukur, Lho Apa Hubungannya?
Seruput Kopi Cantik
Yenny Indra
Kompyang Sultan & Ungkapan Syukur, Lho Apa Hubungannya?
“Ci Yenny, Siang kirim Kompyang Sultan…. Ueenaak pokoknya…”, ujar Siau Siang bersemangat.
Wow….
Kompyang saya tahu, kata papa itu roti bekal untuk berperang pada jaman dulu di Tiongkok.
Ternyata ini sejarahnya:
Kue kompyang mulanya makanan para tentara saat berperang. Konon sebutan kompyang ini berasal dari nama penemunya, Qi Jiguang, yang terinspirasi dari onigiri Jepang.
Kue kompyang pertama kali dikenal ketika Qi Jiguang memimpin tentaranya ke Fujian pada 1562, di mana perompak Jepang selalu bisa menemukan di mana mereka beristirahat lantaran keberadaan mereka dilacak lewat asap dan aroma masakan.
Namun, tidak demikian dengan perompak Jepang yang selalu membekali diri dengan onigiri. Lalu Qi Jiguang membuat kompyang sebagai ransum, sebab keras dan tahan lama. Kue kompyang sengaja dibuat keras dan teksturnya tidak mudah hancur, karena memang pada awalnya roti ini digunakan sebagai bekal untuk tentara Tiongkok yang sedang berperang.
Yang unik, ini Kompyang tapi Sultan … dimodifikasi dengan cantiknya menjadi kue mahal yang unik. Awalnya saya berpikir pasti keras, namanya saja kompyang… ternyata empuk, dalamnya diisi campuran daging dan rumput laut. Lezatnya….
Saya sangat bersyukur, bukan sekedar karena Kompyang Sultan itu lezat, tetapi kasih dan perhatian yang ada dibalik Kompyang Sultan itu.
Saya dikasihi, diperhatikan dan dipedulikan… itu yang lebih menyentuh hati saya.
Orang bijak berkata, Ukir kebaikan orang lain di atas batu tetapi tulis kesalahan orang lain di atas pasir.
Ditulis di atas batu, maka akan tersimpan selamanya.
Ditulis di atas pasir, agar terkena angin saja, tulisan itu sudah hilang.
Prinsipnya, Jangan pernah lupakan kebaikan orang lain. Tetapi segera lupakan sakit hati.
*****
Salah satu nasehat mama yang senantiasa membekas,
“Jadi orang itu Harus Tahu Terimakasih. Jangan pernah lupa kebaikan orang. Kenang, bicarakan & diingat-ingat.”
Dengan bahasa Millenial, “Don’t Take It For Granted.”
Bagaimana mama mengajari anak-anaknya?
Kakek Nenek saya pernah ditolong oleh Omnya nenek, Kongco saya menyebut beliau, yang kaya raya. Saat Jepang masuk, kakek & nenek mengungsi dan dipinjami salah satu rumahnya. Cukup lama. Keluarga kami berhutang budi dan selalu berkunjung saat pergi ke kotanya.
Ada putri kongco yang tidak menikah. Mama selalu mengirimkan love gift untuknya.
Mama bilang, bagi orangtua, tidak penting seberapa besar nilai yang kita berikan tetapi itu tanda kita tetap mengingat jasa mereka serta menunjukkan bahwa kita tetap mengasihi, menghargai serta menghormatinya.
Tidak hanya terhadap putri kongco, tetapi mama juga memperhatikan anak-anak kongco lainnya. Putri bungsunya tinggal di Jogja, saat kuliah, saya kerap berkunjung.
Ketika mama sudah pensiun, kebiasaan ini saya yang meneruskannya. Makin tua, putri kongco dirawat oleh adiknya. Beberapa tahun lalu, putri kongco yang hidup sendiri meninggal, saya bertanya kepada mama, apakah love gift tetap dikirim atau di stop?
Mama bilang, “Tetap kirim saja… Hutang budi itu dibawa mati”.
Ketika mama saya meninggal, kembali saya bertanya pada diri sendiri, tetap kirim love gift ga? Bukankah kiriman love gift selama ini atas nama mama?
Saya berdoa, bertanya kepada Tuhan.
Terngiang-ngiang ungkapan mama, “Bagi orangtua, tidak penting seberapa besar nilainya…. tetapi kasih dan perhatian dibalik pemberian itu yang lebih menyejukkan hatinya…”
Saya pun memutuskan tetap meneruskan kebiasaan tsb.
Dengan demikian saya tetap bisa bertegur sapa saat beliau chat setelah menerima love giftnya.
Keteladanan mama berbicara lebih keras daripada sejuta kotbah. Dan saya bersyukur memiliki mama yang mengajarkan hal-hal baik, sehingga meluruskan serta memudahkan jalan kehidupan saya & keluarga di kemudian hari.
*****
Bersyukur saat kita dikirimi Kompyang Sultan itu mudah…
Semua orang bisa. Menerima hal-hal baik, umumnya orang itu bersyukur.
Tetapi bagaimana ketika yang dialami tidak seperti yang diharapkan?
Ternyata Bu Elizabeth pun tetap bersyukur.
Nach ini yang langka! One of a kind….
Bu Elizabeth dalam doa pagi hari ini bercerita…
Beberapa minggu lalu minta didoakan agar apartemennya bisa tersewa.
Tidak lama kemudian, ada penyewa yang ingin menyewa apartemennya selama 6 bulan.
Yach… daripada kosong, lumayanlah disewa 6 bulan.
Tanda jadi sudah diberikan.
Ternyata beberapa hari kemudian, calon penyewa membatalkannya.
Kecewa?
Sedikit, tetapi Bu Elizabeth segera berujar,
“Tuhan sudah berjanji, mintalah maka akan diberikan kepadamu…. meski ini dibatalkan, saya percaya Tuhan akan kirimkan penyewa lainnya.”
Bu Elizabeth MEMILIH untuk Tetap Berdiri Teguh di atas Janji Firman-Nya dan TIDAK fokus pada situasi yang terjadi.
Faktanya, penyewa batal tetapi FAKTA BUKANLAH KEBENARAN.
FIRMAN TUHANLAH KEBENARAN YANG SEJATI.
Apa yang terjadi?
Tiba-tiba ada agent yang menelpon menanyakan apartemen Bu Elizabeth.
Deal, DP langsung dibayar, untuk jangka sewa 2 tahun.
Yeaaaayyy…..
Yang 6 bulan batal, Bu Elizabeth dapat yang 2 tahun.
Mari kita belajar dari semua pengalaman ini, apa pun yang terjadi, bersyukurlah!
Bersama Tuhan kita lebih dari Pemenang!
Gratitude is the beginning of wisdom. Stated differently, true wisdom cannot be obtained unless it is built on a foundation of true humility and gratitude – Gordon B. Hinckley.
Bersyukur adalah awal dari kebijaksanaan. Dengan kata lain, kebijaksanaan sejati tidak dapat diperoleh kecuali dibangun di atas dasar kerendahan hati dan rasa syukur yang sejati – Gordon B. Hinckley.
YennyIndra
TANGKI AIR *ANTI VIRUS* & PIPA PVC
MPOIN PLUS & PIPAKU
PRODUK TERBAIK
PEDULI KESEHATAN
#SeruputKopiCantik
#yennyindra
#InspirasiTuhan #MotivasiKebaikan
#mengenalTuhan #FirmanTuhan