Berhenti? Malas Itu….
Seruput Kopi Cantik
Yenny Indra
Berhenti? Malas Itu….
Demikian pemikiran kebanyakan orang, termasuk saya, dulu…
Sampai saya belajar sesuatu yang baru.
Pendidikan dari orangtua, orang hidup itu harus rajin dan kerja keras agar sukses.
Jadilah merasa bersalah jika beristirahat.
Merasa malas.
Berbeda dengan millenial, yang ogah kerja keras.
“Yang betul, kerja cerdas Ma….”
Sebagian betul, tapi tekun dan ulet alias tough wajib juga.
Bagaimana kata Tuhan?
Ternyata Tuhan menghendaki agar ada hari kita yang dipergunakan untuk beristirahat, Hari Sabat.
Tuhan sendiri mencipta alam semesta 6 hari lamanya, lalu beristirahat di hari yang ke tujuh.
Ternyata perhentian itu mendatangkan berkat.
Terbukti bukan berarti yang bekerja paling keras yang paling sukses.
Pekerja bangunan meski bekerja berat dan keras, hasilnya gak seberapa.
Artinya, untuk mendapatkan hasil yang paling optimal, selain perlu kerja cerdas, tekun, rajin, perlu mengandalkan Tuhan dan mengikuti caranya Tuhan.
Cara Tuhan justru memberi kita istirahat atau perhentian, serta kesempatan menikmati hasil kerja kita.
Keren bukan?
Apa yang Tuhan inginkan agar kita lakukan di perhentian?
Tuhan ingin kita membangun hubungan dengan-Nya. Tuhan tahu, manusia tidak dapat hidup sendiri.
Sejak awal penciptaan, Adam diciptakan untuk terus membangun hubungan dengan Tuhan. Dikatakan di Taman Eden, saat hari sejuk, Adam bercakap-cakap dengan Allah.
Segala kebutuhan Adam sudah disediakan Allah, sebelum Allah menciptakan manusia.
Allah sudah mencukupi seluruh kebutuhan kita, jangan kuatir…
Caranya?
Biarkan hati tenang, dipenuhi damai sejahtera Allah.
Saat hati tenang, suara Allah jelas terdengar.
Kita bisa bercakap-cakap menikmati ciptaan-Nya, bercanda, mengikuti arahan-Nya.
Gunakan waktu di perhentian untuk mengenal Allah lebih dalam lagi dengan membaca dan merenungkan firman-Nya.
Karena firman itu adalah Allah sendiri.
Perhentian itu ibarat HP yang sedang di charge, ketika baterai full, fungsi HP menjadi maksimal.
Tidak berarti di perhentian kita tidak mengerjakan apa-apa, bersikap pasif atau malas, melainkan secara aktif dituntun Tuhan mengerjakan bagian kita, namun dengan hati yang tenteram karena sadar Allah senantiasa menyertai kita.
Perhentian adalah tempat di mana kita melepaskan segala kekhawatiran, kemarahan, masalah, persoalan dan berbagai beban berat dan meletakkannya di kaki Tuhan.
“Nak, kamu tidak akan mampu menjalani hidup sendirian,” kata Tuhan,
“Mari jalani hidup bersama – Ku, biarkan aku yang menggandengmu. Ketika melewati tempat yang terjal, mari naik ke atas gendongan-Ku… Aku yang berjalan mengatasi segala rintangan di hadapanmu.”
Bersikap tenang saat menghadapi krisis, masalah berat, bertentangan dengan logika manusia.
Bahkan dulu saya merasa bersalah, wong masalah yang dihadapi sedemikian berat, koq gak mikir…
Klo gak stress rasanya gak wajar. Gak normal, bahkan gak waras.
Jadi stress diterima sebagai kewajaran.
Sampai saya belajar hidup dengan menggunakan kacamata Allah.
Itulah sebabnya Tuhan mengatakan damai sejahtera dan ketenangan yang Ia berikan, tidak sama dengan yang ditawarkan dunia.
Setiap teringat akan masalah berat yang menimpa, Tuhan mengingatkan akan peristiwa di Laut Merah. Musa dan bangsanya tentu ketakutan, terjepit…. Di depan Laut Merah, di belakang tentara Firaun dan kereta kudanya yang mengejar dengan senjata lengkap…
Betapa mengerikan!
Tetapi jalan Tuhan di luar akal pikiran manusia: Laut Merah terbelah, Musa dkk berjalan di tanah kering.
Amazing!
Dengan cara yang sama, Tuhan akan menyelamatkan kita.
Allah tetap sama, dahulu, sekarang dan selama-lamanya.
Jalan keluar supernatural tersedia bagi kita.
Bahkan Andrew Wommack mengatakan, jika hidup kita tidak supernatural, artinya hubungan kita dengan Allah hanyalah artifisial alias tidak benar-benar mengenal-Nya.
Masa kita hanya berdoa dan berserah saja?
Tentu tidak! Ada hal- hal natural yang harus kita kerjakan.
Tuhan bilang, orang yang tidak bekerja jangan makan.
Kita mengerjakan bagian kita, sesuai hikmat Allah, tetapi dengan hati yang tenteram, bebas dari kecemasan.
Permasalahannya bukan di pihak Allah, melainkan di pihak kita:
Maukah kita menyerahkan hidup kita sepenuh hati kepada-Nya dan hidup mengikuti jalan-jalan-Nya?
We tend to use prayer as a last resort, but God wants it to be our first line of defense – Oswald Chambers
Kita cenderung menggunakan doa sebagai upaya terakhir, tetapi Tuhan ingin doa menjadi garis pertahanan pertama kita – Oswald Chambers
YennyIndra
TANGKI AIR & PIPA PVC
MPOIN PLUS & PIPAKU
PRODUK TERBAIK
PEDULI KESEHATAN