“Kepercayaan Tentang Kedaulatan.”
“Kepercayaan Tentang Kedaulatan.”
Penghalang terbesar menuju kekuatan Injil adalah konsep bencana dari paham “kedaulatan Allah”.
Kesalahpahaman tentang kedaulatan dan ajaran yang muncul sehubungan dengan hal ini telah melumpuhkan banyak gereja dan menggantikan iman dengan fatalisme atau paham takdir (yaitu suatu pandangan filsafat, yang meyakini bahwa seseorang sudah dikuasai oleh takdir, (-bahasa Latinnya: Fatum-, dan tidak bisa mengubahnya – wikipedia).
Ketika kodrat atau karakter Tuhan digambarkan sebagai Tuhan yang misterius, mengendalikan baik secara langsung mau pun tidak langsung, terlibat dalam penderitaan manusia, maka tidak ada lagi dasar untuk iman yang benar.
Iman kemudian harus didefinisikan ulang sebagai kepasrahan – penerimaan terhadap sesuatu yang tidak diinginkan tetapi tidak bisa dihindari.
Kepasrahan memutuskan, karena Tuhan yang mengendalikan, pasti ada tujuan ilahi dalam tragedi manusia dan kita harus belajar untuk membiarkan cara-cara misterius Tuhan bermain. Fatalisme itu kemudian dikemas sebagai iman.?
Tidak ada iman yang benar jika sifat Tuhan itu misterius.
Tidak ada iman yang benar jika Tuhan menjadi salah satu penyebab sumber penyakit atau tragedi.
Bagaimana seseorang bisa mempercayai Tuhan untuk kesembuhan jika kesembuhan bukan kehendak-Nya?
Bagaimana seseorang bisa tahu dia harus mempercayai apa? Mereka tidak bisa!
Setiap doa dan janji yang tidak terjawab dilemparkan ke dalam kotak “terjadilah menurut kehendak-Mu” dan dilupakan.
Satu-satunya hal yang menyenangkan Tuhan, menjadi tidak mungkin, bagi pemeluk paham “kedaulatan” orang Kristen.
Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.
Ibrani 11:6 (TB)
Ayat ini hampir tidak masuk akal bagi mereka yang hidup berdasarkan paham takdir.
Tuhan memberi upah? Bukan untuk pemeluk paham takdir/fatalis. Bagi mereka, Tuhan adalah dalang yang ahli mengendalikan iblis, mengendalikan kejahatan, mengendalikan penyakit, perdagangan seks, penggunaan narkoba, pelecehan pasangan, pelecehan anak, pembunuhan dan banyak lagi.
Istilah “Tuhan yang mengatur” menjadikan Tuhan sebagai penjahat terbesar dalam sejarah, namun pada saat bersamaan, kita harus memiliki “keyakinan” bahwa Dia melakukan ini untuk kebaikan kita.?
Tidak bisakah Anda melihat kemunafikan dari posisi ini?
Tuhan menetapkan adanya pemerintahan sekarang ini sebagai “teror terhadap perbuatan jahat” yang “membawa pedang… untuk menghukum orang yang melakukan kejahatan” (lihat Roma 13: 1-7).
Namun dalam teologi “kedaulatan”, Tuhan sendirilah yang bertanggung jawab atas kejahatan!
Dia bertentangan dengan diri-Nya sendiri, dengan apa yang sudah Dia tentukan mau pun tetapkan.
Mengapa pemerintah diperintahkan untuk melawan hal yang “diijinkan” atau dikendalikan oleh Allah?
Sampai kita memahami bahwa Tuhan memberikan bumi kepada manusia (Mazmur 115:16, Mzm. 8:3-6), dan hanya melalui kemenangan, orang-orang Kristen yang penuh iman, kehendak-Nya untuk hidup kita dapat tercapai, kita akan terus membiarkan kekuatan kegelapan merajalela dan kemudian meletakkan tanggung jawabnya di kaki Tuhan.
[Repost ; “The Sacred Cow of Sovereignty”, – Barry Bennett, diterjemahkan oleh Yenny Indra].