Tanggung Jawab Orangtua
Pada liburan Imlek lalu, saya memutuskan untuk pulang ke kampung halaman berkumpul dengan segenap keluarga. Kota yang kecil, seperti tahun-tahun sebelumnya maka tidak banyak perubahan yang terjadi. Namun mata saya tertuju pada rumah tetangga kami yang telah dibangun menjadi toko modern. Ternyata Om Budi pemiliknya sudah menjual rumahnya dan pindah ke jakarta, tinggal dengan anak perempuannya yang menikah dengan orang kaya disana. Mulailah kisah tentang Om Budi diceritakan oleh teman-teman saya.
Om Budi adalah pemilik sebuah toko kelontong berjarak beberapa rumah dari tempat kami. Beliau memiliki seorang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan. Putranya, Andi, saat masih SMP menunjukkan bakat bermain bulutangkis. Saat itu jaman keemasan prestasi pemain-pemain bulutangkis Indonesia di kancah dunia. Om Budi dengan penuh harapan mengirim Andi ke kota Kudus, bergabung dengan klub Djarum agar dididik menjadi pemain bulutangkis internasional. Saat itu Om Budi bercerita tentang mimpinya bahwa suatu hari Andi akan menjadi pemain bulutangkis andalan Indonesia. Beberapa tahun kemudian Andi dinyatakan bahwa pestasinya sudah mentok dan tidak mungkin ditingkatkan lagi. Andi bahkan tidak sempat mencapai pemain tingkat nasional sekali pun. Akhirnya Andi pun kembali ke kampung halaman tanpa pernah bersekolah lagi.
Om Budi juga selalu bercerita tentang mimpinya yang lain, ingin agar anaknya menikah dengan orang kaya di Jakarta dan suatu hari dia akan pindah ke jakarta. Rupanya mimpi Om Budi terkabul. Putri ke duanya menikah dengan orang kaya di Jakarta. Setelah bertahun-tahun di Jakarta maka Om Budi memutuskan untuk menjual tokonya. Yang menjadi pembicaraan para tetangga, Om Budi memberi sedikit sekali uang untuk Andi sehingga Andi hanya dapat membeli rumah kecil di pinggiran luar kota kami, di desa. Andi hanya membuka bengkel kecil disana . Om Budi selalu berkomentar putranya tidak berguna. Rugi sudah mengeluarkan biaya besar ternyata anaknya tidak berhasil. Para tetangga memperoleh kesan seolah-olah Andi ‘dibuang’. Bahkan saat Om Budi berkunjung ke kota kami, dia memilih tinggal di rumah temannya dan enggan mengunjungi Andi.
Om Budi adalah tipe orang kuno yang menganggap kesuksesan sama dengan uang. Dalam kehidupan sosialnya, Om Budi selalu memilih-milih teman dengan melihat seberapa kaya seseorang. Orang yang kaya Lebih dihargainya dan segala sesuatu dinilai dari uang. Om Budi terkenal ‘matre’. Demikian pula anak yang punya banyak uang, lebih disayangi, dihargai dan menjadi kebanggaan yang diceritakan di mana-mana. Kegagalan Andi menjadi ‘dosa’ tanpa ampun di matanya.
Sesungguhnya berprestasi di bidang olah raga tidaklah mudah. Anak kami yang ke dua berbakat di bidang golf sehingga kami mengirimkannya untuk sekolah dan belajar golf di Austalia. Tetapi ketika mulai SMU, Christian mulai ragu-ragu: beranikah dia mengandalkan hidupnya dari Golf? Pilihan ini harus total. Kalau setengah-setengah tidak mungkin sukses baik sekolah maupun Golf. Akhirnya setelah melaui pertimbangan yang panjang, Chris memutuskan untuk lebih memilih sekolah bisnis. Jika kita menghitung penghasilan Tiger Woods, sang juara golf dunia, dari hadiah turnamen-turnamen yang diikutinya ditambah dengan penghasilan sebagai bintang iklan, sangatlah besar. Rasanya semua orang ingin menjadi Tiger Woods. Masalahnya, Tiger Woods itu juara dunia artinya dia pemain Golf terbaik di dunia. Untuk mencapai pemain 50 besar dunia saja tidak mudah. Itu pun kita tidak tahu siapa sich pemain golf ranking 50 besar dunia saat ini? Padahal untuk mencapai prestasi 50 besar dunia saja sulitnya minta ampun. Berbeda jika kita menjadi pebisnis, dokter, insinyur dll, meskipun jika diranking di antara seluruh pebisnis di dunia mungkin kita ranking ke sejuta, bahkan di belahan dunia lain tidak ada seorang pun yang mengenal nama kita, namun di kota tempat tinggal kita bisa jadi masih termasuk pebisnis yang cukup terkenal dan penghasilan kita sebagai pebisnis sudah mencukupi kehidupan kita untuk hidup nyaman. Bandingkan dengan pemain golf ranking ke sejuta di dunia…. Belum tentu kita bisa hidup berkecukupan dari golf saja. Apalagi cabang-cabang olah raga lainnya yang lebih ‘kering’ dibandingkan dengan Golf.
Jika kita melihat dengan jujur, sesungguhnya banyak keputusan masa depan anak yang ditentukan oleh orangtuanya. Saat SMP, Andi masih belum cukup dewasa untuk menentukan masa depannya. Dia mengikuti saja keinginan orangtuanya, menelan mimpi orangtuanya dan berusaha merealisasikannya: menjadi pemain bulutangkis internasional. Namun orangtuanya tidak bisa menerima kenyataan saat Andi gagal. Bukankah hidup ini bagaikan dua sisi mata uang? Selalu ada kemungkinan sukses maupun gagal dalam setiap pilihan yang harus diambil. Bukankah tidak adil jika Om Budi menyalahkan Andi karena kegagalannya? Sesungguhnya Andi pun sedih. Andi membutuhkan bimbingan, arahan serta jalan keluar untuk menata hidupnya kembali dan mengambil arah yang berbeda bagi masa depannya. Dengan cara membiarkan Andi menghadapi kegagalan itu sendirian, justru makin membuat Andi kehilangan arah dan tidak pernah bangkit dari keterpurukannya.
Saat anak kita berhasil mencapai suatu prestasi, tentunya kita bangga. Tidak diperlukan usaha untuk ikut merayakan kesuksesan anak-anak kita! Namun sesungguhnya, peran orangtua justru dibutuhkan saat anak sedang mencari dan meniti jalan menuju kesuksesan tersebut. Anak membutuhkan dukungan, dorongan dan solusi saat mereka gagal atau menghadapi rintangan. Orangtua yang lebih berpengalaman, hendaknya dapat memberi inspirasi dan teladan bagi anaknya untuk menapaki setiap anak tangga kehidupan ini. Jangan hanya mau menerima anak saat sukses namun berkomentar negatif saat anak kita gagal. Kasih orangtua kepada anak, seharusnya TANPA SYARAT. Anak adalah anugerah yang Tuhan titipkan dalam kehidupan kita. Seyogyanya kita melakukan segala yang terbaik yang dapat kita lakukan untuk mereka sebagai bentuk pertanggungjawaban kita kepada Tuhan. Kita akan lebih bahagia dan bangga merayakan kesuksesan anak-anak kita saat kita tahu dengan pasti: kita sudah berinvestasi dalam kehidupan anak-anak kita sehingga mereka bisa sukses.
Kita belajar dari pengalaman orang lain, sejarah dan kehidupan di sekeliling kita agar tidak mengulang kesalahan yang pernah terjadi. Saya belajar dari sharing seorang sahabat bahwa kakaknya hingga berusia lebih dari setengah abad, menyesali mengapa orangtuanya tidak bersedia membiayai kuliahnya? Orangtuanya memiliki uang simpanan yang lebih dari cukup ?ntuk mebiayai kuliah anaknya namun mereka orang kuno yang merasa sayang mengeluarkan biaya yang besar. Penyesalan yang menimbulkan kepahitan di hati anak seumur hidupnya. Sungguh sangat disayangkan.
Pada suatu hari seorang teman lain sharing bahwa anaknya sangat berbakat di bidang musik namun biaya yang dibutuhkan juga sangat besar. Dia ingin minta pendapat saya dalam hal ini. Saya bercerita bahwa anak saya yang ke tiga, waktu kecil jauh Lebih pendek daripada teman-teman sekelasnya. Itu membuatnya minder. Ternyata dokter anak keluarga kami memang ahli dalam hal tumbuh kembang anak. Setelah dilakukan serangkaian test darah, MRI dll ternyata kandungan hormon pertumbuhannya memang rendah jadi disarankan untuk terapi hormon pertumbuhan. Biaya yang dibutuhkan mencapai puluhan juta rupiah setiap bulan selama beberapa tahun. Biaya yang sangat mahal! Namun tidak semua dapat dinilai dengan uang. Saat masa pertumbuhan lewat, rongga diantara tulang rawan sudah menutup, maka hormon pertumbuhan tidak boleh diberikan lagi. Tinggi badan adalah sesuatu yang penting terutama bagi pria. Ada hal-hal yang tidak bisa kita kejar atau kita beli saat masanya sudah lewat. Saya dan suami hanya berpikir, jika Tuhan memberkati dan kami dapat membayarnya maka kami akan berikan yang terbaik bagi anak-anak kami. Uang bisa datang dan pergi dalam sekejap. Orang kaya bisa bangkrut dalam waktu semalam. Mengapa kita harus menghargai uang lebih daripada menghargai anak kita sendiri? Kepandaian, kesehatan, kasih dan dukungan justru akan dikenang selamanya oleh anak-anak kita. Tuhan tahu apa yang terbaik bagi kita maka Tuhan sudah menyediakan dana yang kita butuhkan. Masalahnya, apa prioritas kita? Bagaimana nilai-nilai dalam kehuidupan kita? Bagaimana menurut pendapat anda?
“It’s good to have money and the things that money can buy, but it’s good, too, to check up once in a while and make sure |
George Lorimer |
Kata Yesus lagi kepada mereka:
“Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan,
sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya,
hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.”
Lukas 12:15