Love & Fogiveness
Gospel Truth’s Cakes
Yenny Indra
Love & Fogiveness
Menyambung artikel kemarin tentang LOVE, pengampunan dimulai dengan Keputusan untuk Mengampuni.
BUKAN karena perasaan Mengampuni.
Mengampuni itu Keputusan, BUKAN Perasaan.
Prinsipnya:
Saat kita memutuskan, perasaan mengampuni akan mengikuti, perasaan berubah.
Yohanes 3:16 (TB) Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
Allah mengorbankan segalanya untuk kita. Tidak ada kesalahan orang lain yang terlalu besar, melampaui kesalahan kita sepanjang hidup terhadap Tuhan. Padahal Tuhan mengampuni dan mengasihi kita, masa kita tidak mau mengampuni orang lain?
Mak Jleb…..
It’s all about God, not us.
Semua tentang Tuhan, bukan kita….
Aliran Kasih Allah jauh lebih besar daripada apa pun yang kita alami dalam hidup ini. Melebihi sakitnya pengalaman masa lalu…. Kita mengampuni berdasarkan Kasih Allah – Kasih Ilahi yang mengalir melalui kita, bejana-Nya. Bukan dengan Human Love.
Caranya?
BERKATA dengan sikap Willing/ bersedia untuk Taat, bahwa kita Choose/ Memilih mengampuni, maka perasaan pun mengikuti.
1 Korintus 13:13 (TB) Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.
*****
Corrie Ten Boom berasal dari keluarga Kristen di Belanda. Saat Nazi mengejar orang Yahudi, mereka mengambil resiko, menyembunyikan dan melindungi mereka di rumahnya. Suatu hari ketahuan.
Corrie, Betsy, kakaknya serta ayahnya dibawa ke penjara dan akhirnya ke kamp konsentrasi di Jerman yang terkenal kejam. Sang ayah meninggal 10 hari kemudian. Corrie dan Betsy melayani orang-orang di mana pun mereka berada. Begitu banyak kesaksian mereka betapa Allah tetap hadir di kegelapan kehidupan mereka.
No pit is so deep that He is not deeper still; with Jesus even in our darkest moments, the best remains and the very best is yet to be – Corrie Ten Boom.
Tidak ada lubang yang sebegitu dalam sehingga Dia tidak berada lebih dalam lagi; bersama Yesus, bahkan di saat-saat tergelap kita, yang terbaik masih ada dan yang terbaik masih akan terjadi – Corrie Ten Boom.
Kondisi fisik Betsy tidak sekuat Corrie. Jika tugas yang diberikan sipir penjara tidak selesai, Betsy dipukuli. Akhirnya Betsy meninggal.
Karena suatu kekeliruan, Corrie dilepaskan dari penjara 11 bulan kemudian.
Corrie pergi ke seluruh dunia bersaksi tentang Yesus dan pengalamannya di kamp konsentrasi.
Selesai berkotbah di Munich, dengan pesan:
“Ketika kita mengakui dosa-dosa kita, Tuhan melemparkan dosa-dosa itu ke lautan terdalam, hilang selamanya.”
Seorang pria datang menyalaminya.
Corrie merasa familiar dengan wajah pria ini, berusaha mengingat, di mana pernah berjumpa dengannya.
Lalu sadar, pria inilah yang memukuli dan menyiksa Betsy.
“Anda menyebut Ravensbrück tadi,” kata pria itu, “Sayalah penjaga di sana.” Ternyata dia tidak mengingat Corrie, diantara ribuan tahanan wanita.
“Tetapi sejak saat itu,” lanjutnya, “Saya menjadi seorang Kristen. Saya tahu, Tuhan telah mengampuni saya atas perbuatan kejam yang saya lakukan, tetapi saya ingin mendengarnya juga dari bibir Anda, Fraulein”–lagi-lagi tangannya terulur–
“Maukah kamu memaafkanku?”
Corrie terpaku – dia harus mengampuni – tetapi tidak bisa. Betsie meninggal – bisakah dia menghapus ingatan akan kematiannya yang mengerikan?
Rasanya seperti berabad-abad, bergumul dengan hal tersulit yang harus dilakukannya.
Yesus berkata, ”Jika kamu tidak mengampuni pelanggaran orang lain, Bapamu di surga juga tidak akan mengampuni pelanggaranmu.”
Corrie terpaku. Rasa dingin mencengkeram hatinya.
Namun pengampunan bukanlah sebuah emosi. Pengampunan adalah tindakan kemauan. Kemauan terlepas dari suasana hati.
“Yesus, tolong aku!” Corrie berdoa dalam hati. “Tolong agar aku bisa mengangkat tangan.”
Dengan gerakan kaku, Corrie menyambut tangan yang terulur kepadanya.
Dan hal yang luar biasa terjadi. Arus mengalir dari bahu, ke lengan, lalu ke tangan mereka yang bersatu. Kehangatan Ilahi yang menyembuhkan seperti membanjiri seluruh tubuhnya, membuatnya berlinang air mata.
“Aku memaafkanmu, saudaraku!” Corrie menangis. “Dengan sepenuh hati!”
Untuk waktu yang lama mereka saling berpegangan tangan, mantan penjaga dan mantan tahanan. Corrie belum pernah merasakan kasih Tuhan sedalam yang dirasakannya saat itu.
“Saya harap saya bisa mengatakannya! Bahwa pikiran belas kasihan dan kemurahan hati mengalir secara alami dari diri saya sejak saat itu, tetapi ternyata tidak,” ujar Corrie, “Ada satu hal yang saya pelajari di usia 80 tahun, yaitu saya tidak bisa menyimpan perasaan dan perilaku yang baik–saya hanya bisa mengambilnya dari Tuhan setiap hari….. Karena setiap kali aku datang kepada-Nya, Dia mengajariku sesuatu yang baru.”
Manusia memang diciptakan untuk hidup bergantung kepada-Nya.
Mari kita belajar….
The measure of a life, after all, is not its duration, but its donation. – Corrie Ten Boom.
Bagaimanapun juga, ukuran sebuah kehidupan bukanlah pada lamanya seseorang hidup, namun pada dampak kehidupannya: apakah dunia menjadi lebih baik karena kehadirannya.. – Corrie Ten Boom.
YennyIndra
TANGKI AIR *ANTI VIRUS* & PIPA PVC
MPOIN PLUS & PIPAKU
THE REPUBLIC OF SVARGA
SWEET O’ TREAT
AESTICA INDONESIA – AESTICA ID
PRODUK TERBAIK
PEDULI KESEHATAN
#gospeltruth’s truth
#yennyindra
#InspirasiTuhan #MotivasiKebaikan
#mengenalTuhan #FirmanTuhan