Menata Cara Berpikir

menata cara berpikir

 

Kita dibentuk oleh pemikiran-pemikiran kita.
Kita menjadi seperti apa yang kita pikirkan.
Ketika pikiran kita murni,
Kegembiraan akan mengikuti seperti
Bayangan yang tidak pernah pergi.
-Buddha-

Masalah adalah bagian alami dari kehidupan. Yang umum terjadi, ketika seseorang bermasalah dengan pasangannya, dia curhat dengan teman-teman kantornya. Sebaliknya, ketika bermasalah dengan atasan atau teman sekantor, curhat pada pasangannya di rumah. Jika kita berpikir jernih, teman kantor tidak bisa menyelesaikan masalah rumah tangganya. Demikian juga pasangannya tidak bisa menyelesaikan masalah di kantornya. Ini contoh cara berpikir yang salah. Cara berpikir yang tidak tepat sasaran. Saat cara berpikir kita salah, maka masalah tidak bisa diselesaikan dengan baik. Masalah dengan teman sekantor atau atasan, ya bicarakan dengan teman yang bermasalah atau atasan. Masalah dengan pasangan, bicarakan dengan pasangan, barulah bisa ditemukan solusinya.

Menata cara berpikir adalah cara untuk memetakan masalah dengan jelas dan menyelesaikannya tepat sasaran. Untuk mencapai hal itu, kita perlu memastikan persepsi kita dalam memandang masalah itu benar. Lalu kita pikirkan, pilihan solusi apa saja yang kita miliki? Apa keuntungan dan kerugian masing-masing opsi? Jika kita ingin meminta saran, pastikan kita meminta saran pada orang yang tepat, ahli dalam bidang tersebut, berpengalaman, agar dapat memberikan saran solusi yang tepat sasaran.

Setelah itu harus berani mengambil keputusan. Ada orang-orang tertentu, meski tahu solusinya tetapi tidak berani mengambil keputusan, karena takut resikonya. Sesuatu yang dilupakannya, tidak mengambil keputusan-itu juga sebuah keputusan. Pada akhirnya orang lain atau keadaan yang akan mengambil keputusan untuknya. Justru dia tidak bisa mengendalikan resikonya. Ada contoh kisah tentang hal ini dalam artikel Filosofi Air Mengalir.

Lalu bagaimana seharusnya? Ini hidup kita. Kendalikan dan ambil keputusan. Apa pun yang terjadi, lebih baik menanggung resiko karena pilihan kita sendiri, daripada menanggung resiko karena keputusan salah yang diambil orang lain untuk kita. Lebih berat dan menyisakan banyak beban. Dengan contoh singkat di bawah ini akan lebih memperjelas penerapannya:

Suatu ketika sepulang dari full-day seminar yang dilaksanakan dua hari berturut-turut, ada bbm masuk dari suami saya, minta dipesankan 5 tiket dengan nama-nama asing yang ditulis dalam message yang terpisah dan untuk flight paling awal keesokan harinya. Butuh waktu segera! Dalam keadaan lelah, saya segera memesan tiketnya. Tanpa saya sadari, ada satu nama yang belum saya copy. Saya biasa memesan tiket ke travel agent langganan melalui bbm. Dan ada nama 1 orang yang namanya mirip nama 2 orang: Andi Rahmadi Prasetyo Wibowo. Jadilah saya membeli 5 tiket dengan nama 4 orang dan yang dua tiket ternyata nama satu orang: Andi Rahmadi dan Prasetyo Wibowo. Saat suami saya protes, saya baru sadar akan kekeliruan saya. Apa yang harus saya lakukan?

Mengikuti perasaan yang lelah, saya ingin mengomel pada suami saya karena mengetik Andi Rahmadi di atas lalu Prasetyo Wibowo di bawahnya, jadi saya pikir nama 2 orang. Kemudian saya mencoba berhenti sejenak, apa keuntungannya jika saya mengomel? Tidak ada! Selain saya merasa lega bisa meluapkan kekecewaan saya dan puas bisa mencari kambing hitam. Akibat apa yang akan saya dapatkan jika saya meluapkan kekesalan saya? Suami akan marah dan tiket tetap tidak bisa diganti karena sudah dicetak. Kemungkinan akibat pertengkaran dengan suami akan meninggalkan kemarahan dan kepahitan yang akan memakan waktu berhari-hari bahkan bisa teringat hingga bertahun-tahun.

Kemudian saya mempertimbangkan kembali, pilihan terbaik apa yang saya miliki saat itu? Membeli tiket baru dan me-refund tiket yang salah. Itu satu-satunya pilihan terbaik dan bisa mengurangi kerugian yang harus saya tanggung. Ini kesalahan saya dan saya harus berani mengakui dan bertanggungjawab, tanpa menyalahkan orang lain.

Lalu saya merenungkan kembali, pelajaran apa yang bisa saya petik dari peristiwa ini? Jangan terburu-buru mengambil keputusan. Seharusnya saya lebih sabar menanti agar saya bisa mengecek kembali nama-nama penumpang sebelum tiket di cetak dengan menelpon suami saya. Hanya karena suami saya sedang meeting sehingga sulit dihubungi, lalu saya dikejar time-limit, saya segera meng-iya-kan untuk mencetak tiket. Saya seharusnya tidak perlu terburu-buru, saya punya pilihan untuk booking online juga. Saya belajar banyak dari pengalaman ini. Sesuatu yang berharga, memang mahal harganya.

Menunda sesaat dalam jeda, lalu menata cara berpikir sebelum mengambil keputusan, ternyata bisa menghindari ribuan pertempuran yang tidak perlu. Kebahagiaan tercipta karena kita bisa mengukir kebahagiaan-kebahagiaan kecil setiap harinya. Jika kita bisa meningkatkan kualitas hidup dan kebahagiaan kecil kita melalui menejemen berpikir yang baik dan cerdas setiap harinya, maka dengan sendirinya kualitas hidup dan kebahagiaan kita akan meningkat dalam skala yang besar. Pada akhirnya, kebiasaan ini akan membuat kita menjadi pribadi yang SMART & ELEGANT.

Pikiran kita adalah satu-satunya yang bisa kita kendalikan.
Apa yang kita pikirkan, memperngaruhi seluruh aspek hidup kita.
Karena itu,
Jangan biarkan pikiran kita dipenuhi dengan informasi yang tidak berguna,
Yang masuk melalui film, berita atau pergaulan yang merusak.

Kita punya hak untuk memilih,
Apa yang akan kita pikirkan.
Penting untuk senantiasa ‘belajar berpikir’
Memilih mindset yang benar dan membangun.
Dan secara berkala mengevaluasi:
Sudahkah kita memanfaatkan pikiran kita dengan bijak?
Apakah ini kehidupan yang kita inginkan?
Jika YA, teruskan!
Jika TIDAK, ubah sekarang juga!

Jika kita memiliki pikiran yang baik, kudus dan benar,
Kita tidak perlu kuatir,
Kehidupan yang baik, sehat dan bahagia akan tercipta dengan sendirinya.
-YennyIndra-

1. Siapa Saya

Pendahuluan

Photo: http://www.time-management-techniques.com/image-files/brain-763982-1.jpg